Senin, 31 Oktober 2016

TAHLILAN DAN MANFAATNYA

MANFAAT DAN KEUTAMAAN TAHLILAN Mayoritas ulama telah sepakat bahwa sampainya kiriman pahala sedekah atas nama orang yang telah meninggal. Seperti yang telah di sebutkan dalam hadis-hadis yang sahih di antaranya; عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَم Dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa ada seorang laki-laki berkata, kepada Nabi ﷺ : "Ibuku meninggal dunia dengan mendadak, dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah dia akan memperoleh pahala jika aku bershadaqah untuknya (atas namanya)?". Beliau menjawab: "Ya, benar". (HR. Bukhari ) Imam Muslim juga meriwayatkan hadis yang semisal di dalam kitab sahihnya pada bab; وصول ثواب الصدقات إلى الميت. Sampainya pahala sedekah kepada mayit. Islam tentunya agama yang mengayomi semua lapisan baik yang kaya maupun yang miskin . Jika si kaya mampu bersedekah dengan hartanya, tentu si miskinpun ada cara agar mereka juga bisa bersedekah. Seperti yang di jelaskan dalam hadis yang sahih ; Rasulullah ﷺ bersabda : إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً Sesungguhnya pada setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah,.(HR. Muslim) Tidak di pungkiri lagi bahwa bacaan kalimat tasbih, takbir, tahmid dan tahlil merupakan salah satu bentuk sedekah. Di dalam Al-Quran di sebutkan: وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً Amalan-amalan yang kekal lagi saleh (al-baqiyatus salihat) adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi: 46) Banyak ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan amalan-amalan yang kekal lagi saleh (al-baqiyatus salihat) adalah bacaan; سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar. Diantara manfaat dan keutamaan bacaan tersebut yaitu ; Merupakan bacaan yang paling di sukai oleh Allah ﷻ Rasulullah ﷺ bersabda: أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَر َ "Ada empat ucapan yang paling di sukai Allah Subhanahu Wa Ta'ala; 1. Subhanallah, 2. Al Hamdulillah, 3. Laa ilaaha illallah, 4. Allahu Akbar. . (HR. Muslim) Dan juga merupakan bacaan yang paling di cintai oleh Rasulullah ﷺ Rasulullah ﷺ bersabda: لَأَنْ أَقُوْلَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ Sesungguhnya membaca, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar adalah lebih aku cintai daripada segala sesuatu yang terkena oleh sinar matahari. (HR. Muslim) Dan juga merupakan bacaan yang merontokkan dosa. Rasulullah ﷺ bersabda: إِنَّ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ تَنْفُضُ الْخَطَايَا كَمَا تَنْفُضُ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا "Sesungguhnya bacaan 'subhaanAllah wal hamdu lillaah wa laa ilaaha illa Allah wa Allahu akbar' merontokkan dosa-dosa sebagaimana sebatang pohon yang merontokkan daunnya." (HR. Ahmad, Abu Daud , Ibnu Majah) Inilah sesungguhnya hakikat tahlilan, yaitu Amaliyah yang di himpun dari Al-Quran dan As-sunnah . والله أعلم....

TAWASSUL

KHASIAT TAWASSUL DENGAN PERANTARA NABI MUHAMMAD عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَنِي قَالَ إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ لَكَ وَإِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ ذَاكَ فَهُوَ خَيْرٌ فَقَالَ ادْعُهُ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ فَيُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ Dari Utsman bin Hunaif berkata, "Seorang lelaki buta datang kepada Nabi ﷺ seraya berkata, "Do'akanlah aku agar Allah menyembuhkanku. " Beliau bersabda: "Jika kamu mau maka aku tangguhkan bagimu dan itu lebih baik, dan jika kamu mau maka aku akan do'akan kamu, " ia berkata, "Do'akanlah. " Maka beliau menyuruhnya agar berwudlu dan membaguskan wudlunya, kemudian shalat dua raka'at kemudian berdoalah dengan doa ini : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ فَتَقْضِي لِي اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِي.. "Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu dan bertawajjuh kepadaMu dengan perantara Nabimu, Muhammad Nabi pembawa rahmat." Wahai Muhammad, sesungguhnya aku bertawajjuh denganmu kepada Tuhanmu (Tuhanku), agar memenuhi keperluanku ini. Ya Allah, jadikanlah ia penolongku." قَالَ فَفَعَلَ الرَّجُلُ فَبَرَأَ َ Utsman bin Hunaif berkata:" ”Lelaki buta itu mengamalkannya lalu ia pun sembuh.” Hadis sahih ini di Riwayatkan dalam beberapa periwayat hadis dengan beberapa perbedaan lafadz di antaranya di riwayatkan oleh ; Imam Ahmad di dalam Kitab MusnadNya. Imam At-Tirmidzi dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi dan beliau berkata : "hadis hasan shahih gharib". An-Nasa'i dalam Amalul Yaum wal Laylah dan as-Sunanul Kubra. Ibnu Khuzaimah di dalam ShahihNya. Ibnu Majah dalam SunanNya. Al-Hafidz Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ala Shahihain dan beliau berkata : “­sha­hih ala syarthil Bukhari wa Muslim”. صلوا على النبي......

MELURUSKAN TAFSIR KAUM LGBT DAN PARA PEMBELANYA.

Kaum LGBT dan para pembelanya dengan berbagai cara dan daya serta upaya untuk membenarkan tindakan mereka dan tanpa malu-malu mereka berusaha untuk menipu umat dengan menafsirkan Al-Quran sesuai kehendak dan nafsu mereka. Yang berhak menafsirkan Al-Quran adalah Ulama-ulama yang ahli dalam ilmu tafsir dan menafsirkan Al-Quran harus berdasarkan kaidah dalam ilmu tafsir Al-Quran yaitu pertama yufassiru ba'dhuhu ba'dha (Al-Quran menafsirkan ayat satu dengan ayat yang lain) dan yang kedua menafsirkan dengan hadis- hadis Nabi ﷺ . Sebagai contoh mari kita merujuk salah satu Tafsir Al-Quran yang cukup terkenal yaitu Tafsir Ibnu Katsir, yang menjelaskan tentang perbuatan kaum sodom yaitu kaum Nabi Luth, sehingga tidak ada lagi istilah Argumen tekstual dan alternatif tafsir, sebab hal ini berdasarkan hujjah dan rujukan yang jelas bukan berdasarkan dugaan semata, seperti apa yang mereka sampaikan selama ini hanyalah berdasarkan dugaan semata, tanpa hujjah dan rujukan yang jelas. Di Dalam Al-Qur'an di sebutkan: وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (81) Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.(Qs: Al-A'raf: 80-81) Allah ﷻ mengutus Nabi Luth kepada kaum Sodom dan daerah-daerah sekitarnya untuk menyeru mereka agar menyembah Allah ﷻ , memerintahkan mengerjakan kebajikan, dan melarang mereka melakukan perbuatan keji dan mungkar. Pada saat itu kaum Sodom tenggelam di dalam perbuatan-perbuatan dosa, dan hal-hal yang diharamkan, serta perbuatan fahisyah yang mereka adakan sendiri dan belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari keturunan Bani Adam selain mereka; yaitu dengan menyetubuhi jenis laki-laki (homoseks) , bukannya jenis perempuan. Perbuatan ini merupakan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh Bani Adam, belum dikenal dan belum pernah terbersit dalam hati mereka untuk melakukannya selain penduduk daerah Sodom. Para Ulama dan Ahli tafsir mengatakan: Tidak ada seorang lelaki pun yang menyetubuhi lelaki lain kecuali kaum Nabi Luth dan mereka yang pertama-tama melaku­kannya. Nabi Luth mengatakan kepada kaumnya, seperti yang di abadikan dalam Ayat : أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ * إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ Mengapa kalian mengerjakan perbuatan Fahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita. (Qs: Al-A'raf: 80-81) Kaum laki-laki negri Sodom enggan dan tidak bergairah terhadap kaum wanita yang diciptakan oleh Allah ﷻ sebagai pasangan dan lawan jenis mereka, kaum sodom lebih menyukai sesama jenis laki-laki. Hal ini merupakan perbuatan yang melampaui batas dan suatu kebodohan, karena perbuatan seperti itu berarti menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Pada ayat yang lain disebutkan berkenaan dengan malaikat yang menjelama sebagai tamu laki-laki yang datang kepada nabi luth dan Nabi Luth memberikan pilihan kepada kaumnya: قَالَ: هَؤُلاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِين َ Inilah putri-putriku (kawinilah mereka), jika kalian hendak berbuat (secara halal). (Qs: Al-Hijr: 71) Nabi Luth memberikan pilihan kepada kaumnya untuk mengawini putri-putrinya. Tetapi mereka merasa enggan dan beralasan tidak meng­inginkannya. قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ Mereka menjawab, "Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya engkau tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki.”(Qs: Hud: 79) Maksud dari jawaban mereka adalah: sesungguhnya Nabi Luth telah mengetahui bahwa kaumnya tidak berminat terhadap putri-putrinya, tidak pula mempunyai nafsu kepada mereka. Sesungguhnya Nabi Luth pun mengetahui apa yang di inginkan kaumnya terhadap tamu-tamu itu. Para ahli tafsir mengatakan bahwa kaum lelaki sodom melampias­kan nafsunya kepada lelaki lain, sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain. Demikian pula kaum wanitanya, sebagian dari mereka merasa puas dengan sebagian yang lainnya. Apakah adzab yang di terima oleh kaum Nabi Luth adalah hanya berdasar “paradigma” dengan pola menolak Nabi luth sebagai utusan dan sebagai pemberi peringatan, kemudian Allah menurunkan adzab. Mari kita lihat bagaimana ulama Ahli tafsir Al imam Ibnu katsir As-Syafi'i menjelaskan Akan hal ini berdasarkan Al-Quran dan sumber rujukan yang jelas dan hujjah yang kuat. Nabi Luth melihat bahwa kaumnya semakin parah dalam perbuatan dan kesesatannya, maka Nabi Luth berlepas diri dari mereka seraya berkata: قَالَ إِنِّي لِعَمَلِكُمْ مِنَ الْقَالِينَ Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatan kalian. (Qs: Asy-Syu'ara': 168) Nabi Luth tidak menyukainya dan benci terhadap perbuatan(menyetubuhi sesama jenis -pen) kaumnya dan sesungguhnya Nabi Luth berlepas diri dari perbuatan tersebut. Kemudian Nabi Luth berdoa kepada Allah ﷻ untuk kebinasaan kaumnya, seperti di sebutkan dalam ayat: رَبِّ نَجِّنِي وَأَهْلِي مِمَّا يَعْمَلُونَ Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan. (Qs: Asy-Syu'ara': 169) Kemudian Allah ﷻ : فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ أَجْمَعِينَ Lalu Kami selamatkan Luth beserta keluarganya semua. (Qs: Asy-Syu'ara': 170) Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi Luth untuk berangkat membawa keluarganya di malam hari kecuali istrinya yang durhaka. Mereka tidak ada yang menoleh ke belakang manakala mereka mendengar suara gemuruh yang menimpa kaumnya. Dan mereka bersabar menaati perintah Allah ﷻ , lalu mereka meneruskan perjalanannya. Allah ﷻ menurunkan adzab yang menimpa kaum yang berdosa itu secara keseluruhan, Allah ﷻ menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Oleh sebab itulah disebutkan dalam ayat: ثُمَّ دَمَّرْنَا الآخَرِينَ. وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا Kemudian Kami binasakan yang lain. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). (Qs: Asy-Syu'ara': 172-173) Sangatlah jelas bahwasaya adzab yang di terima oleh kaum Nabi luth bukan semata-mata berdasarkan paradigma dengan pola menolak Nabi luth sebagai utusan dan pemberi peringatan, kemudian Allah ﷻ menurunkan azab melainkan juga di sebabkan oleh perbuatan bejat mereka yaitu menyetubuhi sesama jenis. Kemudian benarkah tidak ada ketetapan hukum tentang sodomi ataukah hanya di Qiaskan dengan hukum Zina semata dan bagaimanakah pendapat imam-imam madzhab ? Tentu pembahasan tentang hukum Fiqih tidak bisa di bahas secara singkat, butuh tulisan tersendiri untuk mengupas tuntas hal ini terlebih lagi pembahasanya berdasar pendapat-pendapat para imam madzhab, namun kami coba kutibkan sedikit tentang ijma' dan kepastian hukum tentang sodomi. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang melakukan homoseks hukumannya ialah dilemparkan dari ketinggian, kemudian disusul dengan lemparan-lemparan batu, seperti hukuman yang di terima oleh kaum Nabi Luth, Ulama lainnya berpendapat bahwa pelaku homoseks dikenai hukuman rajam, baik dia telah muhsan(memiliki istri/suami) ataupun belum. Pendapat ini merupakan salah satu pendapat dari Imam Syafi'i. Hujahnya berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعَمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ" Barang siapa yang kalian jumpai sedang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan yang dikerjainya. Sedangkan menurut ulama yang lain, pelakunya dikenai hukuman yang sama seperti hukuman berbuat zina. Dengan kata lain, jika pelaku seorang yang tela h muhsan(memiliki istri/suami), maka dikenai hukuman rajam; dan jika dia adalah orang yang belum muhsan. maka dikenai hukuman seratus kali dera. Pendapat ini merupakan qaul (pendapat) yang lain dari Imam Syafi'i. Adapun mengenai perbuatan mendatangi istri pada liang anusnya dinamakan liwath sugra (perbuatan kaum Lut yang kecil), hukumnya haram menurut ijma' ulama. والله أعلم....

KETIKA ROSULULLOH MENGHADIRI PEMAKAMAN

وفي الحديث الذي في السنن أن رسول الله صلى الله عليه وسلم حضر جنازة ، فلما دفن الميت أخذ قبضة من التراب فألقاها في القبر ثم قال ( منها خلقناكم ) ثم أخذ أخرى وقال : ( وفيها نعيدكم ) . ثم أخذ أخرى وقال : ( ومنها نخرجكم تارة أخرى ) . Di dalam hadis di kitab sunan disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ menghadiri pemakaman jenazah. Ketika jenazah di kebumikan, beliau mengambil segenggam tanah, kemudian melemparkannya ke dalam liang lahat sambil mengucapkan ayat: منها خلقناكم.... "Dari bumi Kami menciptakan kalian." Kemudian mengambil segenggam tanah lagi (dan melemparkannya ke dalam liang lahad) dan mengucapkan ayat: وفيها نعيدكم..... "Dan ke bumilah Kami mengembalikan kalian." Kemudian mengambil segenggam tanah lagi (dan melemparkannya ke dalam liang lahad) dan mengucapkan ayat : ومنها نخرجكم تارة أخرى...... "Dan dari bumi itu pula Kami membangkitkan kalian pada saat yang lain."... مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kalian dan kepadanya Kami akan mengembalikan kalian dan darinya Kami akan mengeluarkan kalian pada saat yang lain.( Qs: Thaha: 55) والله أعلم.... Di kutib dari Tafsir ibnu katsir Surat Thaha: 55 صلوا على النبي.....

TAHLILAN

AMALIYAH TAHLILAN Tradisi membaca tahlil atau biasa di sebut tahlilan adalah suatu bentuk amaliyah yang di himpun dari Al-Quran dan As-sunnah. Setiap apa-apa yang di baca dalam acara tahlilan seperti surat-surat Al-Qur'an serta dzikir- dzikir dan doa-doa, kesemua Hal tersebut di himpun berdasarkan anjuran dan sunnah Nabi ﷺ yang di kemas sebagai metode dakwah, agar manusia tidak menyia-nyiakan waktu hanya dengan berkumpul-kumpul di rumah duka tanpa mendapatkan manfaat dari perkumpulan tersebut bahkan bisa mendatangkan dosa jika perkumpulan tersebut di gunakan untuk membicarakan hal yang sia-sia atau di gunakan untuk ngibah,naminah dan fitnah, dan tidak di pungkiri jika manusia berkumpul di suatu tempat tanpa ada kegiatan yang jelas, perkumpulan tersebut akan berpotensi banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfa'at. Metode dalam menghimpun suatu amaliyah berdasarkan As-sunnah seperti ini, sudah pernah di contohkan oleh para salaf kita diantaranya adalah: Usaha Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab رضي الله عنه .yang telah berhasil menggumpulkan kaum muslim melakukan shalat tarawih berjama'ah dan di lestarikan secara turun-temurun sampai saat ini, hal ini merupakan suatu bentuk metode dakwah yang di himpun dari As-Sunnah, dan tidak ada satupun sahabat Nabi ﷺ yang lain di zaman itu yang menvonis bahwa hal itu suatu perbuatan bid'ah kendati beliau sendiri mengatakan bahwa : نعمت البدعة هذه... Sebaik-baik bid'ah adalah ini. Begitu halnya juga dengan Tahlilan merupakan amaliyah yang di himpun dari Al -Quran dan As-Sunnah di lestarikan secara turun-temurun sampai saat ini, sungguh Naif jika ada satu amaliyah yang di himpun berdasarkan Al-Quran dan As-sunnah di sebut suatu perbuatan bid'ah dan sesat, sungguh tuduhan ini hanya berdasarkan dzon/dugaan semata tanpa di dasari bukti yang nyata ! Semoga kita selalalu dalam lindunggan Allah ﷻ dan di jauhkan dari prasangka buruk terhadap sesama umat islam . وبالله التوفيق ....

MENGHADIRKAN RUH NABI

Mahallul Qiyam, Menghadirkan Ruh Nabi ﷺ dalam Salam Penghormatan : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي، حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ". Dari Abu Hurairah رضي الله عنه Rasulullah ﷺ. bersabda: Tidaklah seseorang di antara kalian mengucapkan salam penghormatan kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku hingga aku menjawab salamnya. Riwayat Imam Abu Daud dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar. Ibnul Qoyyim al Jauzi, berkata dalam kitab Ar Ruh : وقال سلمان الفارسى أرواح المؤمنين في برزخ من الأرض تذهب حيث شاءت Salman Al Farisi رضي الله عنه berkata : Arwah kaum mu’minin berada di alam barzah dekat dari bumi dan dapat pergi ke mana saja menurut kehendaknya. الروح - (ج 1 / ص 91) Pada saat membaca Tasyahud dalam setiap shalat, kita selalu mengucapkan: اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ “assalamualika ayyuhan nabiy”, Salam penghormatan kepada Engkau wahai Nabi Silakan diperhatikan redaksinya, pada saat menyebut Nabi dalam sholat kita memakai kata ganti كَ atau kata ganti orang kedua atau dlamir mukhatab, yang berarti kamu atau anda. Kita tidak menyebut nabi dengan dlamir ghaib هُ atau dia, atau beliau. Kita menyebut Nabi dengan engkau. Ini artinya bahwa pada saat kita mengucapkan salam penghormatan , Allah menghadirkan ruh Nabi Muhammad ﷺ untuk menjawab salam penghormatan dari kita. Begitu juga pada saat Mahallul Qiyam pada peringatan Maulid Nabi saat saat kita berdiri mengucapkan salam penghormatan : يَا نَبِي سَلَامْ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ Silakan diperhatikan, dalam kalimat yang kita baca "Wahai Nabi salam penghormatan kepadamu, Wahai Rasul salam penghormatan kepadamu”; seakan akan Ruh Nabi hadir pada saat itu. Inilah mengapa di acara peringatan maulid nabi ada moment berdiri dan mengucapkan salam penghormatan. والله أعلم...

MAKAM ORANG-ORANG SALEH DAN DOA YANG DIKABULKAN

Imam Taj bin Subki menyebutkan dalam Thabaqat Asy-Syafi'iyah dalam biografi imam Ghazali, bahwa orang-orang berdoa di makam imam Ghazali di Thus lalu doa mereka dikabulkan. Subki juga menyebutkan dalam Thabaqat Asy-Syafi'iyah bahwa berdoa di makam Yusuf bin Dunas dikenal mustajab. Penduduk Irak berkata, “Berdoa di dekat makam Ma’ruf Al-Kurkhi manjur.” Ini disebutkan Khatib Al-Baghdadi, Adz-Dzahabi, dan lainnya. Khatib menyebutkan dalam Tarikh Baghdad bahwa Asy-Syafi'i bertawasul di dekat makam Abu Hanifah, dan Khallal bertawasul di dekat makam Musa Al-Kazhim. Al-Hafizh Al-Muqri menyebutkan riwayat dalam Musnad Ashbahan yang dinukil As-Sakhawi dalam Al-Qaulul Badi’, bahwa ia pernah bersama Al-hafizh Ath-Thabarani dan Al-hafizh Abu Syaikh di dekat makam Rasulullah , saat itu mereka sedang kelaparan. Mereka kemudian mengadu kepada beliau di makam beliau. Tanpa diduga, seseorang keturunan Ali datang dengan membawa keranjang berisi makanan untuk mereka. Ia berkata, “Kalian mengadu kepada Rasulullah , beliau datang kepadaku dan memerintahkanku untuk memberikan (makanan) ini (kepada kalian).” Tawassul dan mengambil berkah adalah amalan yang baik menurut para imam Ahlusunnah, mereka adalah pakar hadits yang telah hafal 100.000 hadits lebih. Masihkah kita ragu dengan keilmuan mereka hanya karena disalahkan oleh orang yang lantang membaca satu hadits KULLU BID'AH DHALALAH? lalu merasa paling benar dengan pemahamannya sendiri! Pernahkah kita berpikir jika pendengar kajian radio/tv wahabi saja bisa takut pada bid'ah dan syirik, mengapa para imam yang ilmunya melebihi keilmuan semua syekh tukang bid'ah yang hidup dan yang mati, tidak takut bid'ah dan syirik? Atau definisi bid'ah dan syirik anda yang lebay melampoi ilmu para hafizh ? Jangan tertipu Selogan Anti Madzhab Mengikuti Imam Madzhab, hal itu bukan berarti kita meninggalkan Rasulullah ﷺ. Sebab Imam madzhab itu bukan saingan Rasulullah ﷺ atau menggantikan posisi Beliau. Para ulama yang mengikuti Madzhab Syafi’i seperti Imam al-Bukhari, al-Hakim, al-Daraquthni, al-Baihaqi, al-Nawawi, Ibnu Hajar, Ibnu Katsir dan lain-lain, berkeyakinan bahwa Imam Syafi’i lebih mengerti dari pada mereka terhadap makna-makna al-Qur’an dan hadits Rasulullah secara menyeluruh. Ketika mereka mengikuti Syafi’i, bukan berarti meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi mengikuti al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman orang yang lebih memahami, yaitu Imam al-Syafi’i. Silahkan kita baca Tafsir Ibnu Katsir banyak sekali di kutib pendapat-pendapat para imam Madzhab. Jika orang yang mendapat julukan Al Hafidz mereka masih mengikuti Madzhab, apalagi kita yang minim sekali dari pengetahuan tentang agama, tentulah pilihan bermadzhab adalah pilihan terbaik bagi kita yang awam, taqlid kepada Madzhab itu sesuai perintah Al-Quran فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS: An-Nahl: 43) Mengikuti madzhab juga sesuai perintah Nabi ﷺ Rasulullah ﷺ bersabda: “إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ” “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama al jama’ah. Barangsiapa yang menyimpang, maka ia menyimpang ke neraka“. (HR. Tirmidzi). Coba kita perhatikan mayoritas Ummat Islam di dunia saat ini adalah moyoritas dari mereka adalah yang merujuk kepada 4 madzhab yaitu : Maliki,Hanafi,Syafi'i dan Hanbali. والله المستعان.....

PAKAIAN SERBA PUTIH LEBIH DI UTAMAKAN

Pakaian yang paling utama adalah yang berwarna Putih يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. (Qs: Al-A'raf: 31) Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas...... Yang dimaksud dengan istilah الزينة dalam ayat ini ialah pakaian, yaitu pakaian yang menutupi aurat, terbuat dari kain yang baik dan bahan lain yang bisa dijadikan pakaian. Mereka diperintahkan untuk memakai pakaiannya yang indah di setiap memasuki masjid. Disunnahkan memakai pakaian yang indah ketika hendak melaku­kan shalat, terlebih lagi shalat Jum'at dan shalat hari raya. Disunnahkan pula memakai wewangian, karena wewangian termasuk ke dalam pengertian berhias. Juga disunnahkan bersiwak, mengingat siwak merupakan kesempurnaan dalam hal tersebut. Pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang dinilai sahih oleh Imam Ahmad sampai kepada Ibnu Abbas dengan predikat marfu': عن سعيد بن جبير ، عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " البسوا من ثيابكم البياض ، فإنها من خير ثيابكم ، وكفنوا فيها موتاكم ، وإن من خير أكحالكم الإثمد ، فإنه يجلو البصر ، وينبت الشعر " Dari Sa'id bin Jubair, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda; Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguh­nya pakaian putih adalah pakaian terbaik kalian, dan kafankanlah dengannya orang-orang mati kalian. Dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian memakai ismid, karena sesungguhnya ismid itu dapat mencerahkan pandangan mata dan menumbuhkan rambut. والله أعلم.... Di Kutib dari Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-A'raf: 31 DOWNLOAD scan kitabNya https://goo.gl/oG9tms Jawaban untuk Rodja Tv. Kami masih ingat beberapa waktu yang lalu ada salah satu penceramah di Rodja Tv dengan lantang dan arogan mengatakan; "Hai para Ustadz yang mengharuskan majelisnya berbaju putih, dari mana anda terima Syariat itu, pernahkah Nabi ﷺ mengumpulkan kaum Muslimin dengan syarat semua berbaju putih". Begitu ujar penceramah di Rodja Tv pada salah satu video yang tersebar di Youtube. Silahkan download videonya https://youtu.be/Tk4kuwOSslk Selogan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah hanya isapan jempol belaka bagi mereka, sebab jika mereka memang benar mengerti Al-Qur'an dan Sunnah niscaya tidak akan berkata demikian, sebab dalam Al-Qur'an dan Tafsir serta Hadis, Kita di anjurkan memakai baju yang baik, dan baju yang terbaik itu adalah yang berwarna putih. Alhamdulillah kita mendapat Ilmu dan pendidikan Agama, bukan dari Guru yang menyebarkan kebencian di antara umat Islam. الله المستعان...

Minggu, 30 Oktober 2016

TAWASUL

Tawassul kepada Nabi ﷺ walau Beliau telah Meninggal. وقد ذكر جماعة منهم الشيخ أبو منصور الصباغ في كتابه الشامل الحكاية المشهورة عن العتبي قال : كنت جالسا عند قبر النبي صلى الله عليه وسلم فجاء أعرابي فقال : السلام عليك يا رسول الله سمعت الله يقول " ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم جاءوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توابا رحيما " وقد جئتك مستغفرا لذنبي مستشفعا بك إلى ربي ثم أنشأ يقول : يا خير من دفنت بالقاع أعظمه فطاب من طيبهن القاع والأكم نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه فيه العفاف وفيه الجود والكرم ثم انصرف الأعرابي فغلبتني عيني فرأيت النبي صلى الله عليه وآله وسلم في النوم فقال : يا عتبي الحق الأعرابي فبشره أن الله قد غفر له " . Sejumlah ulama' di antaranya Syekh Abu Mansur As-Sabbag di dalam kitabnya As-Syaamil menceritakan kisah yang terkenal dari Al-Utbi yang menceritakan ketika Ia sedang duduk di dekat kubur Nabi ﷺ , datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan; Assalamualaika, wahai Rasulullah (semoga ke sejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai rasulullah ﷺ ) aku telah mendengar ALLAH ﷻ berfirman: وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوك فَاسْتَغْفَرُوا الله وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْل لَوَجَدُوا الله تَوَّابًا رَحِيْمًا “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” ( QS: An-Nisaa`: 64 ) Dan Aku datang kepadamu untuk memohonkan ampunan atas dosaku (kepada Allah ﷻ ) dan memohon syafa'at kepadamu(agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada tuhanku. Selanjutnya lelaki Badui tersebut mengumandangkan syair berikut : يا خير من دفنت بالقاع أعظمه فطاب من طيبهن القاع والأكم نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه فيه العفاف وفيه الجود والكرم Wahai sebaik baik orang yang di kebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pengunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan dan kemuliaan... Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta merta mataku (Al ‘Utbi) terasa mengantuk sekali hingga tertidur. Di dalam tidurku itu aku bermimpi berjumpa dengan Rasulullah ﷺ lalu beliau bersabda: Hai 'Utbi susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah ﷻ telah memberikan ampunan kepadanya. Di kutib dari Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nisa; 64 والله أعلم.... DOWNLOAD scan kitabNya 🏼 https://goo.gl/dzvNZs Sampai saat ini, sya'ir yang di kumandangkan oleh lelaki Badui tersebut, masih terukir pada tiang makam Rasulullah ﷺ DOWNLOAD fotonya; صلوا على النبي....

BID'AH 1

Hakikat Bid'ah Lughawiyah adalah Bid'ah Hasanah. Di sebuatkan dalam Al Quran بديع السماوات والأرض .... Allah Pencipta langit dan bumi. (Al-Baqarah: 117) Lafal badi'un dalam ayat ini se­suai dengan makna bahasa/lugah .. Yaitu Allah menciptakan langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya. Oleh sebab itu segala sesuatu amal perbuatan yang tanpa ada contoh sebelumnya di sebut bid'ah.. Namun dalam ayat ini yang dimaksud bid'ah di tinjau dari segi bahasa, seperti yang di jelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Katsir saat mentafsirkan ayat ini, beliau menjelaskan demikian, dan Al Hafidz juga memcontohkan praktek bid'ah luqhawiyah yaitu : كقول أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضي الله عنه عن جمعه إياهم على صلاة التراويح واستمرارهم : نعمت البدعة هذه . Seperti perkataan Amirul Mu'minin Sayyidina Umar bin Khattab رضي الله عنه . ke­tika melihat hasil jerih payahnya yang telah berhasil menggumpulkan kaum muslim melakukan shalat tarawih berjama'ah beliau berkata: نعمت البدعة هذه... Sebaik-baik bid'ah adalah ini.. Pada hakikatnya bid'ah lughawiyah adalah bid'ah hasanah, dan bid'ah hasanah hakikatnya di himpun dari amalan-amalan sunnah, seperti halnya apa yang telah di lakukan oleh Sayyidina Umar bin Khattab رضي الله عنه . Shalat tarawih bukanlah suatu perkara baru yang belum ada contoh sebelumnya, Nabi ﷺ pernah mencontohkan sholat tarawih, jadi sholat tarawih tidak mungkin di sebut bid'ah. Makna bid'ah dalam perkataan Sayyidinia Umar yaitu jerih payah beliau dengan kemasan baru yang belum pernah di lakukan dan di contohkan oleh siapapun namun tetap di himpun dari sunnah Nabi ﷺ, yang menjadikannya sebagai bid'ah lughowiyah atau lebih di kenal dengan istilah bid'ah hasanah. Berapa banyak di zaman sekarang amalan-amalan bid'ah luqawiyah yang belum ada contoh sebelumnya, namun di himpun dari sunnah-sunnah Nabi. Seperti majelis Dzikir, majrlis Tahlil, majelis Maulid, dan banyak lainya semisal apa yang telah di lakukan manusia terbaik setelah Rasullullah ﷺ dan Sayyina Abubakar yaitu Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab. Wahabi mendefenisikan bid'ah sesuai selera dan nafsu mereka masing-masing sehingga menjadikan mereka ringan lidah menvonis amaliyah di luar golonganya dengan vonis bid'ah dan sesat. Ironisnya di antara mereka sendiri saling tuding bid'ah dan sesat dengan istilah bid'ah hizbi, sururi, halabiyun, dan banyak julukan- julukan jahiliyah lainya. Ada juga yang lebih lucu lagi yaitu beberapa Wahabi yang mengingkari bid'ah hasanah namun setuju dengan bid'ah lughawiyah, golongan Wahabi yang seperti ini pada hakikatnya mereka percaya bid'ah hasanah namun masih malu-malu kucing. وبالله التوفيق....

SIAPAKAH WAHABI?

Siapakah Salafnya Wahabi ? Jika kita perhatikan dan kita cermati, tidak ada satupun Wahabi yang mau di sebut dengan nama/julukan Wahabi mereka maunya di sebut Salafi. Nama Wahabi adalah julukan yang di nisbatkan kepada Muhammad bin Abdulwahhab. Pada hakikatnya Manhaj dan rujukun serta sanadnya kaum Wahabi akan bersambung kepada Muhamnad bin Abdul wahab, namun mereka dengan segala cara dan dusta menolak penisbatan julukan tersebut, padahal pada generasi awal-awal pergerakanya banyak tokoh-tokoh yang malah bangga dengan julukan tersebut. Sebut saja salah satu tokoh wahabi Abdulaziz bin Baz mengatakan dengan bangga bahwa; فهو لقب شريف عظيم “Nama itu (Wahabi) adalah panggilan yang sangat mulia dan sangat agung.” Sedangkan nama Salafi dinisbatkan kepada ulama'-ulama' generasi Salaf. Seperti imam As'Syafi'i, imam Ahmad bin Hanbal, imam Malik serta imam Abu Hanifah dan banyak lainya lagi. Benarkah wahabi itu pengikut Ulama' Salaf, seperti yang mereka klaim bahwa mereka itu Salafi bukan Wahabi ... ? Kita akan buktikan di sini siapa salafnya para wahabi itu sebenarnya !! Salah satu ciri khas dan gaya arogan yang pasti melekat dan tidak pernah bisa lepas dari ciri-ciri wahabi, yaitu mereka gemar dan paling suka sekali menuduh dan menvonis kaum muslimin dengan tuduhan bid'ah. Bukan wahabi namanya jika tidak memiliki ciri khas demikian jadi jika kita lihat di sekitar kita, ada kelompok atau orang yang dengan ringan lidah menuduh dengan tuduhan bid'ah, bisa di pastikan orang tersebut 100% wahabi. Apakah Nabi ﷺ dan para Sahabatnya serta para Ulama' Salaf mengajarkan berlomba-lomba untuk menuduh muslimin dengan tuduhan bid'ah ? Bid'ah dalam agama ada suatu urusan yang tercela dan harus di hindari, sebab banyak Hadis-hadis dan fatwa para Ulama' yang menjelaskan larangan berbuat perkara bid'ah. Tetapi tidak ada satupun Hadis atau fatwa para Ulama' yang mengajarkan berlomba-lomba untuk menvonis umat islam dengan tuduhan telah berbuat bid'ah dalam agama terlebih lagi tiduhan tersebut secara sembarangan dan sesuai selera masing-masing, sungguh ini sebuah tuduhan yang keji kepada umat islam dan hal ini bukanlah ajaran para Salaf. Jika bukan ajaran Salaf, lalu ajaran siapa, tuntunan menvonis bid'ah ala wahabi ? Diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Imam At-Thabrani dan di abadikan di dalam mukaddimah Tafsir Surat Al-lahab kitab Tafsir Ibnu Katsir.. Di kisahkan; Bahwa Abu Lahab dengan aroganya menvonis Nabi Muhammad ﷺ dengan tuduhan bid'ah dan sesat.... هذا يريد منكم أن تسلخوا اللات والعزى ، وحلفاءكم من الجن من بني مالك بن أقيش ، إلى ما جاء به من البدعة والضلالة Artinya: "orang ini( yang di maksud nabi) menginginkan agar kalian memecat Lata dan 'Uzza serta jin teman-teman kalian dari kalangan Bani Malik ibnu Aqyasy dan mengikuti BID'AH dan KESESATAN yang disampaikannya. Maka janganlah kalian dengar dan jangan pula kalian ikuti.".. Bukti foto mukaddimah Surat Al-lahab Kitab Tafsir Ibnu Katsir. Pada link di bawah ini.. https://goo.gl/irT9Gj Mari kita berpikir menggunakan Hati yang bersih dan hilangkan kebencian kepada umat Islam. Islam tidak mengajarkan kebencian terhadap sesama muslim, islam tidak mengajarkan berlomba-lomba untuk memvonis bid'ah diantara umat islam. Ikutilah cara Ulama'-ulama' salaf dalam berdakwah, jika ingin di sebut salafiyin, jangan mengikuti cara Abu lahab. الله المستعان...

MENYIRAM AIR KE KUBURAN

HUKUM MENYIRAMKAN AIR DAN MELETAKKAN KERIKIL DIATAS KUBUR. عن جعفر بن محمّد عن أبيه أنّ رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم رشّ على قبر ابنه إبرا هيم ووضع عليه حصباء " Dari Ja'far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Rasulullah saw menyiramkan air di atas kubur puteranya, yakni Ibrahim r.a dan meletakkan kerikil di atasnya " (HR. Imam syafi'i) Keterangan: Diriwayatkan imam syafi'i dalam musnad imam Syafi'i. Imam Syafi'i meriwayatkan hadits ini dari jalan Ibrahim bin Muhammad (syadidu ad-dhu'fi / sangat lemah) dari Ja'far bin Muhammad (shaduq) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Di dalam kitab Ma'rifatu as Sunan wal Atsar karya Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits tersebut jalur sanad melalui imam Syafi'i: Jalan riwayatnya adalah imam Baihaqi meriwayatkan melalui Ahmad bin Husain (tsiqah) dari Ahmad bin Hasan (tsiqah) dari Muhammad bin Ya'qub (tsiqah) dari Rabi' bin Sulaiman (tsiqah) dari Muhammad bin Idris (imam Syafi'i - tsiqah) dari Ibrahim bin Muhammad (matrukul hadits/syadidu ad-dhu'fi/sangat lemah) dari Ja'far bin Muhammad (shaduq) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Maka al bany melemahkan hadits diatas dengan alasan bahwa menurut penelitian al bany Ibrahim bin Muhammad itu tertuduh melakukan kebohongan dan mursal ( Irwa' al-Ghalil, 3/205-206). Tapi apakah kita akan mempercayai penilaian al bany begitu saja ??? Tunggu dulu...perlu diketahui bahwa hadits tidak hanya diriwayatkan oleh imam Syafi'i saja. Ada banyak jalan riwayat dari hadits tersebut. Kaidahnya, jika dari jalan riwayat yang banyak itu terdapat satu saja riwayat yang selamat dari cacat atau shohih, maka yang statusnya dho'if menjadi hadits hasan lighairih. Berikut adalah beberapa jalur riwayat lain dari hadits yang diriwayatkan imam Syafi'i diatas: 1. Imam Baihaqi meriwayatkan hadits diatas dalam kitabnya As Sunan al Kubra: Beliau meriwayatkan hadits tersebut dari Ahmad bin hasan (tsiqah) dari Muhammad bin Abdullah (tsiqah) dari Muhammad bin Ya'qub (tsiqah) dari Rabi' bin Sulaiman (tsiqah) dari Abdullah bin Wahab (tsiqah) dari Sulaiman bin Bilal (tsiqah) dari Ja'far bin Muhammad (shaduq) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Hadits ini Mursal hanya sampai kepada Muhammad bin Ali, namun semua orang yang meriwayatkannya termasuk kategori tsiqah kecuali Ja'far bin Muhammad, yang masuk kategori shaduq. Maka haditsnya adalah HADITS HASAN. Hadits ini juga diriwayatkan imam Baihaqi dari Ahmad bin Husain (tsiqah) dari Muhammad bin Musa (tsiqah) menyambung kejalan riwayat diatas kepada Muhammad bin Ya'qub (tsiqah) hingga ke atas. 2. Imam Abdurrazaq juga meriwayatkan hadits diatas dalam kitabnya Mushannaf, sebagai berikut: Imam Abdurrazaq meriwayatkan hadits ini dari jalan Abdurrazaq bin Hammam (tsiqah) dari Sufyan bin Said (tsiqah) dari Said bin Abi Hilal (tsiqah) dari Makhul bin Syahrab (tsiqah) dari Muhammad bin Ali (tsiqah). Semua rawi tersambung dan semuanya tsiqah dan selamat dari predikat dho'if. 3. Imam Thabrani juga meriwayatkan hadits diatas dalam kitabnya al Mu'jam al Ausath, sebagai berikut: Imam Thabrani meriwayatkan melalui jalan Sulaiman bin Ahmad (tsiqah) dari Muhammad bin Zuhair (shaduq) dari Ahmad bin Abdah (tsiqah) dari Abdul Aziz bin Muhammad (shaduq) dari Hisyam bin Urwah (tsiqah) dari Urwah bin Zubair (tsiqah) dari Aisyah binti Abdullah (tsiqah). Semua rawinya selamat dari dha'if. Maka haditsnya HASAN karena ada rawi yang shaduq. Kesimpulan: Dari sejumlah keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hadits yang diriwayatkan imam Syafi'i diatas memiliki penguat dari beberapa hadits lain, terutama yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam kitab al Mu'jam al Ausath yang berpredikat HADITS HASAN.

Sabtu, 22 Oktober 2016

DALIL DALIL MEMPERINGATI

NABI BERPUASA ATAS KELAHIRAN NYA Hadits riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahih. Bahwa Rasulullah ketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Senin, beliau menjawab: ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”. (HR Muslim) Faedah Hadits: Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah melakukan puasa pada hari senin karena bersyukur kepada Allah, bahwa pada hari itu beliau dilahirkan. Ini adalah isyarat dari Rasulullah, artinya jika beliau berpuasa pada hari senin karena bersyukur kepada Allah atas kelahiran beliau sendiri pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada tanggal kelahiran Rasulullah tersebut untuk melakukan perbuatan syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an, membaca kisah kelahirannya, bersedekah, atau perbuatan baik lainnya. Kemudian, oleh karena puasa pada hari senin diulang setiap minggunya, maka berarti peringatan maulid juga diulang setiap tahunnya. Dan karena hari kelahiran Rasulullah masih diperselisihkan oleh para ulama mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka sah-sah saja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi'ul Awwal atau pada tanggal lainnya. Bahkan tidak masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun. Sebagaimana ditegaskan oleh: al-Hafizh as-Sakhawi. SEMOGA BERMANFAAT

Selasa, 18 Oktober 2016

NU MENDUNIA

NADLATUL ULAMA (NU) MEMILIKI CABANG RESMI DI 194 NEGARA DUNIA. . Oleh Von Edison Alouisci . Puji Syukur kepada Allah bahwa NU (Nadlatul Ulama) kini merajai dunia sebagai organisasi Islam berpaham Ahlu Sunnah Wal jamaah Atau kini disingkat ASWAJA Menjadi Ormas terbesar di dunia !. . TAKBIR !! NU dgn metode pendekatan ukhuwah,kekeluargaan,persaudaraan dan rasa cinta sesama islam mampu mengalahkan penyebaran Golongan minoritas semacam Al Wahabiyah bahkan golongan syiah tanpa perlu SUMBER DANA besar dari NU pusat. . Sebagaimana telah di ketahui umum bahwa golongan Wahabi mengucurkan dana milyaran rupiah pertahun hanya untuk menyebarkam paham mereka yang notabene-nya paham tersendiri dan berbeda dengan paham mayoritas dunia. . Sehingga Wahhabiyah tidak bisa berkembang pesat di berbagai negara bahkan tidak punya STRUKTUR ORMAS yang jelas sebagaimana ASWAJA . . Kita semua melihat bahwa golongan wahhabiyah selalu mendapat tantangan keras,kritik tajam bahkan pengusiran walaupun memiliki kucuran dana besar dari pusatnya SAUDI ARABIYA. . Bahkan makin menarik lagi justru di negara Arab saudi malah BERKIBAR BENDARA NU !. . TAKBIR !! . Berikut daftar Cabang NU di berbagai negara dan semua telah terdaftar resmi dan punya kekuatan legalitas di negara masing masing. . . 1 Afghanistan 2 Afrika Selatan ( Republic of South Africa ) 3 Republik Afrika Tengah ( Central African Republic ) 4 Albania ( Republic of Albania ) 5 Aljazair ( Algeria ) 6 Amerika Serikat ( United Stetes of America ) http://www.nu- usacanada.org/ 7 Andorra ( Principality of Andorra ) 8 Angola ( Republic of Angola ) 9 Antigua dan Barbuda ( Antigua and Barbuda ) 10 Arab Saudi ( Kingdom of Saudi Arabia ) 11 Argentina ( Argentine Republic ) 12 Armenia ( Republic of Armenia ) 13 Australia ( Commonwealth of Australia ) 14 Austria ( Republic of Austria ) 15 Azerbaijan ( Republic of Azerbaijan ) 16 Bahama ( Commonwealth of the Bahamas ) 17 Bahrain ( Kindom of Bahrain ) 18 Bangladesh ( People’s Republic of Bangladesh ) 19 Barbados 20 Belanda ( Netherlands ) 21 Belarus ( Republic of Belarus ) 22 Belgia ( Kingdom of Belgium ) 23 Belize 24 Benin ( Republic of Benin ) 25 Bhutan ( Kingdom of Bhutan ) 26 Bolivia ( Plurinational state of Bolivia ) 27 Bosnia dan Herzegovina ( Bosnia and Herzegovina ) 28 Botswana ( Republic of Botswana ) 29 Brasil ( Federative Republic of Brazil ) 30 Inggris ( United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland ) 31 Brunei Darussalam ( Nation of Brunei, Abode of Peace ) 32 Bulgaria ( Republic of Bulgaria ) 33 Burkina Faso 34 Burundi ( Republic of Burundi ) 35 Ceko ( Czechoslovakia ) 36 Chad ( Republic of Chad ) 37 Chile ( Republic of Chile ) 38 Denmark ( Kingdom of Denmark ) 39 Djibouti ( Republic of Djibouti ) 40 Dominika ( Commonwealth of Dominica ) 41 Dominika Republik ( Republic of Dominica ) 42 Ekuador ( Republic of Ecuador ) 43 El Savador 44 Eritrea ( State of Eritrea ) 45 Estonia ( Republic of Estonia ) 46 Ethiopia ( Federal Democratic Republic of Ethiopia ) 47 Fiji ( Republic of Fiji ) 48 Filipina ( Republic of the Philippines ) 49 Finlandia ( Republic of Finland ) 50 Gabon ( Gabonese Republic ) 51 Gambia ( Republic of Gambia ) 52 Georgia 53 Ghana ( Republic of Ghana ) 54 Grenada 55 Guatemala ( Republic of Guatemala ) 56 Guinea ( Republic of Guinea ) 57 Guinea Bissau ( Republic of Guinea Bissau ) 58 Guinea Equator ( Republic of Equatorial Guinea ) 59 Guyana ( Co-operative Republic of Guyana ) 60 Haiti ( Republic of Haiti ) 61 Honduras ( republic of Honduras ) 62 Hungaria ( Hungary ) 63 India ( Republic of India ) 64 Indonesia NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia ) 65 Irak ( Republic of Iraq ) 66 Iran ( Islamic Republic of Iran ) 67 Irlandia ( Republic of Ireland ) 68 Islandia ( Iceland ) 69 Israel ( State of Israel ) 70 Italia ( Italy / Italian Republic ) 71 Jamaika ( Jamaica ) 72 Jepang ( Japan ) http://www.nu-jepang.org/ 73 Jerman ( Federal Republic of Germany ) http:// www.nujerman.de/ 74 Kamboja ( Kingdom of Cambodia ) 75 Kamerun ( Republic of Cameroon ) 76 Kanada ( Canada ) http://www.nu-usacanada.org/ 77 Kazakhstan ( Republic of Kazakhstan ) 78 Kenya ( Republic of Kenya ) 79 Kirgiztan ( Kyrgyzstan / Kyrgyz Republic ) 80 Kiribati ( Republic of Kiribati ) 81 Kolombia ( Republic of Colombia ) 82 Komoro ( Union of the Comoros ) 83 Kongo ( Republic of the Congo ) 84 Kongo Demokratik ( Democratic Republic of the Congo ) 85 Korea Selatan ( South Korea / Republic of Korea ) http:// nahdlatul.ulama.kr/ 86 Korea Utara ( North Korea ) 87 Kosta Rika ( Republic of Costa Rica ) 88 Kroasia ( Republic of Croatia ) 89 Kuba ( Republic of Cuba ) 90 Kuwait ( State of Kuwait ) 91 Laos ( Lao Peoples Democratic Republic ) 92 Latvia ( Republic of Latvia ) 93 Lebanon ( Lebanese Republic ) http://www.nulebanon.com/ 94 Lesotho ( Kingdom of Lesotho ) 95 Liberia ( Republic of Liberia ) 96 Libia ( State of Libya ) 97 Liechtenstein ( Principality of Liechtenstein ) 98 Lithuania ( Republic of Lithuania ) 99 Luksemburg ( Grand Duchy of Luxembourg ) 100 Madagaskar ( Republic of Madagascar ) 101 Makedonia ( Republic of Macedonia ) 102 Maladewa ( Republic of Maldives ) 103 Malawi ( Republic of Malawi ) 104 Malaysia 105 Mali ( Republic of Mali ) 106 Malta ( Republic of Malta ) 107 Maroko ( Kingdom of Morocco ) http:// pcinumaroko.blogspot.com/ 108 Marshall Island ( Republic of the Marshall Island ) 109 Mauritania ( Islamic Republic of Mauritania ) 110 Mauritius ( Republic of Mauritius ) 111 Meksiko ( United Mexican States ) 112 Mesir ( Arab Republic of Egypt ) http://www.numesir.net/ 113 Mikronesia ( Federated States of Micronesia ) 114 Moldova ( Republic of Moldova ) 115 Monako ( Principality of Monaco ) 116 Mongolia 117 Montenegro 118 Mozambik ( Republic of Mozambique ) 119 Myanmar ( Burma / Republic of the Union of Myanmar ) 120 Namibia ( Republic of Namibia ) 121 Nauru ( Republic of Nauru ) 122 Nepal ( Federal Democratic Republic of Nepal ) 123 Niger ( Republic of Niger ) 123 Nigeria ( Federal Republic of Nigeria ) 125 Nikaragua ( Republic of Nicaragua ) 126 Norwegia ( Kingdom of Norway ) 127 Oman ( Sultanate of Oman ) 128 Pakistan ( Islamic Republic of Pakistan ) 129 Palau ( Republic of Palau ) 130 Panama ( Republic of Panama ) 131 Pantai Gading ( Ivory Coast / Republic of Cote d’Ivoire ) 132 Papua Nugini ( Independent State of Papua New Guinea ) 133 Paraguay ( Republic of Paraguay ) 134 Prancis ( Frence Republic ) http://pcinuprancis.wordpress.com/ 135 Peru ( Republic of Peru ) 136 Polandia ( Republic of Poland ) 137 Portugal ( Portuguese Republic ) 138 Qatar ( State of Qatar ) 139 Republik Rakyat Cina ( RRC / People’s Republic of China ) 140 Romania 141 Russia ( Russian Federation ) 142 Rwanda ( Republic of Rwanda ) 143 Saint Kitts dan Nevis ( Federation of Saint Kitts and Nevis ) 144 Saint Lucia 145 Saint Vincent and Grenadines 146 Samoa ( Independent State of Samoa ) 147 San Marino ( Most Serene Republic of San Marino ) 148 Sao Tome and Principe 149 Selandia Baru ( New Zealand ) 150 Senegal ( Republic of Senegal ) 151 Serbia ( Republic of Serbia ) 152 Seychelles ( Republic of Seychelles ) 153 Sierra Leone ( Republic of Sierra Leone ) 154 Suriah ( Syrian Arab Republic ) 155 Siprus ( Republic of Cyprus ) 156 Slovakia ( Slovak Republic ) 157 Slovenia ( Republic of Slovenia ) 158 Solomon Island ( Kepulauan Solomon ) 159 Somalia ( Federal Republic of Somalia ) 160 Spanyol ( Kingdom of Spain ) 161 Sri Lanka ( Democratic Socialist Republic of Sri Lanka ) 162 Sudan ( Republic of the Sudan ) http:// pcinusudan.wordpress.com/ 163 Sudan Selatan ( Republic of South Sudan ) 164 Singapura ( Singapore ) 165 Suriname ( Republic of Suriname ) 166 Swaziland ( Kingdom of Swaziland ) 167 Swedia ( Kingdom of Sweden ) 168 Swiss ( Switzerland / Swiss Confederation ) 169 Tajikistan ( Republic of Tajikistan ) 170 Tanjung Verde ( Republic of Cape Verde ) 171 Tanzania ( United Republic of Tanzania ) 172 Thailand ( Muangthai / Kingdom of Thailand ) 173 Timor Leste ( Democratic Republic of Timor Leste ) 174 Togo ( Togolese Republic) 175 Tonga ( Kingdom of Tonga ) 176 Trinidad dan Tobago ( Republic Trinidad and Tobago ) 177 Tunisia ( Republic of Tunisia ) 178 Turki ( Republic of Turkey ) http://www.pcinuturki.com/ 179 Turkmenistan 180 Tuvalu 181 Uganda ( Republic of Uganda ) 182 Ukraina ( Ukraine ) 183 Uni Emirat Arab ( United Arab Emirates ) 184 Uruguay ( Oriental Republic of Uruguay ) 185 Uzbekistan ( Republic of Uzbekistan ) 186 Vanuatu ( Republic of Vanuatu ) 187 Vatikan ( Civitas Vaticana / Vatican City ) 188 Venezuela ( Bolivarian Republic of Venezuela ) 189 Vietnam ( Socialist Republic of Vietnam ) 190 Yaman ( Republic of Yemen ) http://www.nuyaman.com/ 191 Yordania ( Hashemite Kingdom of Jordan ) 192 Yunani ( Greece / Hellenic Republic ) 193 Zambia ( Republic of Zambia ) 194 Zimbabwe ( Republic of Zimbabwe ) . Dari beberapa sumber dan laporan kedutaan di negara masing masing jumlah total cabang NU hingga saat ini ada 194 negara !!. . Ini belum lagi ORMAS ASWAJA dunia selain NU.semisal NW (Nadlatul Ulama) yang juga Ormas aswaja Indonesia yang juga punya cabang di berbagai negara.Ditambah lagi jaringan JT.ASWJ.SGV.DLL dan Ormas Tasyawuf Dunia ! . ASWAJA FANTASTIS !! . Saya pribadi berharap semua aswaja dibawah bendera NU tetap EKSIS,semangat dan harus bangga menjadi Warga NU. . Jangan pernah takut,khawatir dengan kemunculan golongan Takfiri semacam Wahhabiyah kerena fakta lapangan di berbagai negara,golongan ini tidak bisa berkembang sebagaimana yang mereka klaim.lagi pula para pengikutnya kebanyakan kaula muda yang dangkal pemahaman agama bahkan baru belajar ilmu agama ! . Apalagi metoda Dakwah Mereka di lakukan sembunyi sembunyi merekrut anggota bahkan setelah terjebak paham wahabi,mereka hanya bergaul di komunitasnya saja di forum majelis mereka.mereka sama sekali tdk mengedapankan ukhuwah padahal ukhuwah islamiyah adalah bagian dari sunnah.ini berbeda dgn aswaja yang justru ukhuwah menjadi bagian penting di tengah masyarakat. . Semoga catatan ini menjadi renungan dan menambah semangat Aswaja dalam berdakwah membela ahlu sunnah waljamaah ,as sawad al A'zhom.berpaham mayoritas dan dari masa Rasulullah telah di akui kebesaranya.Intaha. . By.Von Edison Alouisci Kingstones street 17.10.2016 . FB : www.facebook.com/von.edison.alouisci Blog : www.v-e-alouisci.blogspot.com . NB.SHARE,COPY,SEBARKAN.

BID'AH

*DEFINISI BID'AH BESERTA HADIST YANG BERKAITAN DG BID'AH* ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ BID’AH Bid’ah adalah perkara teramat buruk dalam agama, yang Rasul telah mewanti-wanti kita jangan sampai terjerumus ke dalamnya. Demikian pula para ulama’ al waritsatul anbiya, sepanjang usia umat ini, terus mengingatkan dan membentengi umat dari bid’ah yang amat tercela. Dan seharusnya masalah penting ini wajib untuk selalu disampaikan dan diingatkan ketenah-tengah umat, mengingat besarnya bahaya bid''ah dan kerusakan yang ditimbulkannya . Namun masalahnya menjadi lain sekarang ini, ketika muncul segolongan kaum muslimin – yang mereka terkadang baru belajar agama, - demikian ‘mudah melayangkan bid’ah kepada saudaranya. Tak kepalang tanggung, tidak sedikit ulama’ –ulama’ yang mereka hujat sebagai pelaku bid’ah bahkan dikatakan sebagai pemancang bid’ah ditengah-tengah umat. Hal ini terkadang hanya karena perbedaan amaliyah dan pendapat fiqiyah. Atau disebabkan cara pendefinisian yang berbeda tentang apa itu bid’ah. Padahal, hampir tidak mungkin bagi kita untuk menggeneralisir begitu saja semua masalah bid''ah menjadi satu versi saja. Sebab yang namanya ulama itu bukan hanya ada satu saja di dunia ini. Sehingga kehati-hatian, ketelitian serta kematangan pemahaman akan masalah bid''ah dan pengertiannya ini menjadi krusial . Lain halnya bila sebuah masalah sudah disepakati kebid'ahannya oleh semua lapisan ulama baik salaf maupun khalaf, seperti shalat dwi bahasa ala Jusman Roy, Aliran nyeleneh Ahmad Musadiq, acara melarung kerbau kelaut untuk buang sial, atau ajaran Lia Aminuddin dan sebagainya, maka setiap kita harus lantang dalam menyampaikan ini ke umat, agar mereka terbentengi dari bid’ah yang merupakan perbuatan yang sangat tercela . Namun, jika suatu masalah dirumuskan berbeda oleh para ulama’ yang satu berkata A sedangkan yang lain berkata B, alangkah tidak bijaknya bila kita saling menuding dan saling lempar kata bid’ah. Yang justru, bid’ah baru dan musibah yang lebih besar kita timbulkan sebab pertikaian ini. Kita menjadi pencaci, pembenci dan pengumpat kepada orang-orang yang justru Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk memuliakan mereka. Kita demikian mudah menistakan segolongan kaum muslimin bahkan ulama’-ulama’ hanya karena mereka berbeda definisi dalam masalah bid’ah . Sehingga melalui tulisan ini, kami mencoba menerangkan kembali tentang masalah penting ini, agar jangan mudah seseorang melontarkan kata bid’ah kepada saudaranya. Sebenarnya, masalah ini telah diterangkan oleh ulama salaf dan khalaf sepanjang perjalanan usia umat ini. Semoga Allah memudahkan kita menerima kebenaran, ditumbuhkan rasa kasih sayang diantara kita, dan kita semoga Allah mengumpulkan kita dengan Nabi SAW di syurga-Nya kelak. Amin PENGERTIAN BID’AH Arti Bid’ah Menurut Bahasa (Etimologis ) Kata Bid’ah (Jama‘nya; Bida’) secara bahasa berarti ‘sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh terlebih dahulu’ sedangkan pelakunya disebut “mubtadi’ “ atau „mubdi’“[1] Dalam al-Qur’an, langit dan bumi dikatakan bid’ah, karena Allah SWT menciptakannya tanpa ada contoh terlebih dahulu. Allah SAW berfirman : ﺑَﺪِﻳْﻊُ ﺍﻟﺴَّﻤﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽِ )“ Allah) Pencipta langit dan bumi (tanpa ada contoh)..” (QS. Al-Baqarah :117 ) Arti Bid’ah Dalam Istilah Agama (Terminologis ) Adapun mengenai Bid’ah dalam istilah agama, para ulama telah menjelaskannya setelah melalui proses penelitian terhadap konteks al-Qur’an dan Hadits. Marilah kita simak pendapat-pendapat ulama berikut . Ibnu Hajar al-Asqalani Beliau berkata: "Yang dimaksud sabda Nabi "Setiap bid'ah itu adalah sesat" adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada dalil syar'i, baik dalil khusus maupun umum."[2] Ibnu Taimiyyah Beliau berkata: Bid’ah adalah semua perkara agama yang tidak ada sandarannya berupa dalil syar'i.[3 ] Muhammad Rasyid Ridha Beliau berkata: Bid’ah adalah segala hal yang tidak ada dasarnya dari ajaran Nabi SAW, yakni dalam hal aqidah, ibadah, halal dan haram.[4 ] Penjelasan Definisi Dari beberapa contoh definisi bid’ah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud bid’ah secara istilah adalah suatu urusan agama yang tidak memiliki landasan syar’i . Meskipun sebenarnya hampir mustahil untuk memisahkan -dengan batasan yang jelas- antara perkara agama dan perkara dunia, namun, untuk meringankan pembahasan, kita akan fokus dulu pada pembahasan mengenai definisi diatas . Jika dikatakan bahwa Bid’ah (perkara baru) adalah sesuatu yang tidak berlandaskan syariat, maka akan timbul pertanyaan “adakah Bid’ah yang memiliki landasan syar’iat sehingga ia tidak termasuk Bid’ah yang tercela ? Jika kita menggunakan logika berfikir yang lurus, jawabannya tentu “ada”. Coba kita perhatikan baik-baik, jika kita mengakui adanya bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat, maka kita harus mengakui pula adanya Bid’ah yang sesuai syariat. Dari sini kita ketahui, bahwa definisi diatas masih belum jelas sehingga membutuhkan penjelasan lebih lanjut, karena definisi diatas tetap akan menimbulkan dua pertanyaan berikut . - Dinamakan apa Bid’ah yang sesuai syariat itu ? - Jika Bid’ah yang tidak sesuai syariat jelas statusnya. Lantas bagaimana status Bid’ah yang sesuai syariat itu ? Untuk menjawabnya, kita lanjutkan dengan pembahasan di bab berikutnya . MACAM-MACAM BID’AH Setelah nyata bagi kita, bahwa isyarat agama dan realitas mengharuskan kita memilah-milah bid’ah, maka sekarang kita simak perkataan Salafus-halih yang memberikan keterangan tentang hal tersebut . Imam Syafi’i RA berkata : ﺍَﻟﺒِﺪْﻋَﺔُ ﺑِﺪْﻋَﺘَﺎﻥِ , ﺑِﺪْﻋَﺔ ٌﻣَﺤْﻤُﻮﺩَﺓٌ ﻭَﺑِﺪْﻋَﺔِ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔٌ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﻭَﺍﻓَﻖَ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﺤْﻤُﻮْﺩَﺓٌ ﻭَﻣَﺎ ﺧَﺎﻟَﻔَﻬَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﺬْﻣُﻮﻡْ. “ Bid’ah itu ada dua, bid’ah yang terpuji dan yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah (syariat) adalah bid’ah yang terpuji, sedangkan yang menyelisihi sunnah adalah bid’ah tercela.”[5 ] Atau penjelasan beliau dalam riwayat yang lain, Yaitu yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i : ﺍَﻟﻤُﺤْﺪَﺛَﺎﺕُ ﺿَﺮْﺑَﺎﻥِ , ﻣَﺎ ﺍُﺣْﺪِﺙَ ﻳُﺨَﺎﻟِﻒُ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺍَﻭْ ﺳُﻨَّﺔً ﺍَﻭْ ﺃﺛَﺮًﺍ ﺍَﻭْ ﺍِﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ﻓَﻬَﺬِﻩِ ﺑِﺪْﻋَﺔُ ﺍﻟﻀّﻼﻟَﺔُ ﻭَﻣَﺎ ﺍُﺣْﺪِﺙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻻَ ﻳُﺨَﺎﻟِﻒُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ِﻣْﻦ ﺫَﺍﻟِﻚَ ﻓَﻬَﺬِﻩِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔ ‘ Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah Bid’ah Dhalalah (sesat). Kedua, perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela .’ Dari penjelasan Imam Syafi’i tersebut, kita bisa simpulkan bahwa Bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat disebut Bid’ah sesat, sedangkan Bid’ah yang sesuai syariat disebut Bid’ah tidak sesat. Atau, jika Bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat disebut Bid’ah tercela, maka Bid’ah yang sesuai dengan syariat disebut Bid’ah terpuji. Atau, jika bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat disebut Bid’ah yang buruk (sayyiah), maka bid’ah yang sesuai dengan syariat disebut Bid’ah yang baik (Hasanah). Begitu seterusnya Demikian juga, sebagaimana Bid’ah yang pertama (yang tidak sesuai dengan syariat) jelas statusnya, yaitu sesat dan haram, maka dengan analogi berfikir yang sama, Bid’ah yang kedua (yang sesuai dengan syariat) adalah halal bahkan wajib hukumnya. Jika bid’ah yang pertama tidak boleh kita kerjakan maka Bid’ah yang kedua boleh kita kerjakan. Begitu seterusnya . Jika kita masih mau meluaskan pembahasan, mari kita simak penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-Imam an-Nawawi sebagai berikut : “ Pada dasarnya, bid’ah itu berarti sesuatu yang diadakan dengan tanpa ada contoh yang mendahului. Dalam istilah syari’at, Bid’ah itu dipergunakan untuk perkara yang bertentangan dengan Sunnah, maka jadilah ia tercela. Namun lebih tepatnya, apabila perkara itu termasuk hal-hal yang dianggap baik menurut syari’at maka iapun menjadi baik. Sebaliknya, jika perkara itu termasuk hal-hal yang dianggap buruk oleh syari’at maka iapun menjadi buruk. Jika tidak demikian maka ia termasuk bagian yang mubah. Dan terkadang bid’ah itu terbagi berdasarkan hukum-hukum Islam yang lima”.[6 ] Al-Imam an-Nawawi juga membagi bid’ah menjadi lima macam : .1 Wajib. Contohnya, antara lain, mencantumkan dalil-dalil pada ucapan-ucapan yang menentang kemunkaran, penyusunan al-Qur’an dalam bentuk mush-haf demi menjaga kemurniannya, menulis ayat Al-Quran dengan khat baru yang menggunakan titik dan baris agar tidak salah mengartikan Al-Quran, membukukan kitab Hadits, khutbah dengan bahasa sistematis agar dimengerti maknanya dan lain-lain. .2 Mandub (disukai). Contohnya, Shalat Tarawih sebulan penuh, pengajian rutin, membuat Al-Qur’an dalam program CD dan lain-lain . .3 Haram (sesat). Contoh, Naik haji selain ke Makkah, melakukan ritual dengan melarung sesaji di pantai selatan, turut merayakan dan memperingati Natal (untuk merayakan hari kelahiran Nabi Isa) dan lain-lain . .4 Makruh. Contoh, berwudhu’ dengan membiasakan lebih dari tiga kali basuhan . .5 Mubah. Contohnya sangat banyak, meliputi segala sesuatu yang tidak bertentangan dengan hukum agama . Demikianlah arti pengecualian dan kekhususan dari arti yang umum, sebagaimana kata Sahabat Umar bin al-Khatthab RA mengenai jamaah tarawih (yang menjadi satu jamaah dan satu imam), “inilah sebaik-baik bid’ah”.[7 ] Coba perhatikan, kedua ulama’ besar tersebut bahkan membagi bid’ah menjadi beberapa klarifikasi. Jika kita perhatikan, dalam hukum agama kita memang hanya menemukan dua hal; perintah dan larangan. Akan tetapi sebuah perintah bisa berstatus wajib atau mungkin sekedar anjuran. Demikian juga dengan larangan, bisa berupa haram atau sekedar makruh. Maka perkara yang dianggap bid’ah akan lebih bijaksana apabila dipandang dengan cara seperti ini. Semoga Allah merahmati Ibnu Hajar dan an-Nawawi . Dengan demikian, kami rasa tidaklah berlebihan bila ada yang mengatakan bahwa orang yang menolak Bid’ah Hasanah adalah termasuk golongan ahli Bid’ah .Dhalalah Bid’ah Dhalalah bermacam-macam, diantaranya adalah menafikan Sunnah, menolak ucapan Sahabat Nabi dan menolak pendapat Khulafa’ur-rasyidin. Rasulullah SAW telah memberitahukan bahwa akan muncul banyak perbedaan, beliaupun menyuruh kita untuk berpegangan pada Sunnah beliau dan Sunnah Khulafa’ur-rasyidin. Sunnah Rasul adalah membolehkan Bid’ah Hasanah, sedangkan Sunnah Khulafa’urrasyidin adalah melakukan Bid’ah Hasanah . Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah Hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan mush-haf Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam, karena tidak ada perintah Rasulullah SAW untuk membukukan keduanya. Pembukuan itu hanyalah merupakan ijma’ (kesepakatan pendapat) para Sahabat Nabi dan dilakukan setelah Rasulullah SAW wafat. Bahkan Rasulullah SAW justru pernah melarang menulis Hadits karena hawatir dikira al-Qur’an . Buku Hadits, seperti Shahih al-Bukhari, shahih Muslim dan sebagainya muncul pada zaman Tabi’in. Walaupun Nabi pernah melarang penulisan Hadits, namun mereka tetap membukukannya, karena kehawatiran Nabi akan bercampurnya ayat al-Qur’an dan Hadits pada akhirnya mudah dihindari dengan hadirnya peralatan tulis yang semakin canggih. Sedangkan pembukuan itu dianggap penting untuk menjaga rawiyat Hadits Nabi . Demikian pula Ilmu Musthalahul-hadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain. Semua iai adalah Bid’ah yang tidak diperintahkan atau dicontohkan oleh Nabi. Namun ini termasuk Bid’ah Hasanah, karena ilmu-ilmu itu disusun untuk kepentingan menjaga dan memahami al-Qur’an dan Hadits . Demikian pula Taraddhi (ucapan Radhiyallahu’anhu yang artinya ‘semoga Allah meridhainya’) untuk sahabat Nabi, hal itu tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, tidak pula oleh Sahabat. Walaupun Al-Quran menyebutkan bahwa para sahabat Nabi diridhai oleh Allah, namun al-Qur’an dan Hadits tidak memerintahkan Taraddhi untuk sahabat Nabi. Taraddhi adalah Bid’ah Hasanah yang dibuat oleh Tabi’in karena kecintaan mereka pada para Sahabat Nabi . Demikian pula dengan Al-Quran yang kini telah dikasetkan, di CD-kan dan diprogram pada hand phone. Al-Quran juga diterjemahkan ke berbagai bahasa. Ini semua adalah Bid’ah, namun Bid’ah yang Hasanah, Bid’ah yang baik dan bermanfaat untuk kaum muslimin. Tidak seorangpun memungkiri hal itu . Coba kita tarik mundur kebelakang tentang sejarah Islam, seandainya al-Quran tidak dibukukan, apa kiranya yang terjadi pada perkembangan Islam? Jika al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat RA yang hanya sebagian dituliskan, tentu akan muncul beribu-ribu versi al-Quran, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya berdasarkan riwayatnya sendiri. Demikian pula dengan Hadits-hadits Rasulullah SAW, seandainya ulama tidak menulis dan membukukannya karena Nabi pernah melarang, seandainya tidak disusun pula ilmu Mushthalah Hadits, niscaya kita akan sulit untuk mempercayai keshahihan sebuah Hadits, karena semua orang bisa mengaku punya riwayat Hadits Shahih . Rasulullah SAW tahu bahwa dalam kondisi tertentu harus ada pembaharuan, makanya beliau menganjurkan Sunnah Hasanah (inisiatif baik). Beliau juga tahu bahwa hal baru terkadang juga menimbulkan fitnah agama, makanya beliau melarang Sunnah Sayyi’ah atau Bid’ah Dhalalah. Inilah hubungan antara perintah berijtihad dalam urusan agama dan masalah bid’ah . PENJELASAN HADITS-HADITS TENTANG BID’AH Ketika sebagian orang menolak pembagian Bid’ah pada Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyi’ah, maka itu berarti mereka menolak dan menyalahkan ulama’besar seperti al-Imam asy-Syafi’i, Al Hafid Ibnu Hajar, al-Imam a-Nawawi dan Salafus-shalih lainnya, seolah-olah Ulama besar itu hanya berpendapat berdasarkan hawa nafsu dan mengesampingkan al-Qur’an dan Hadits . Penah terjadi dialog menarik. Berikut kami kutib dengan tanda “A” untuk wakil mereka dan “B” untuk wakil kami . A : Kami tidak menjelaskan pendapat kami berdasarkan pikiran kami, tetapi berdasarkan ulama’ salaf juga . B : Ulama’ salaf yang mana yang Anda maksudkan ? A : Ulama’ semisal Ibnu Taimiyah . B : Bukankah telah jelas dalam pembahasan yang lalu, bahwa definisi Bid’ah semisal Ibnu Taimiyah masih perlu penjelasan lebih lanjut? Dan kemudian diperjelas oleh definisi yang dikemukakan oleh As-Syafi’i . A : Saya rasa definisi dari Ibnu Taimiyah sudah jelas, tidak perlu penjelasan tambahan . B : Berarti Anda menafikan adanya bid’ah yang baik . Kalau demikian, apa pendapat Anda tentang hal-hal baru seperti mush-haf al-Qur’an, pembukuan Hadits, fasilitas Haji, Sekolah dan Universitas Islam, Murattal dalam kaset dan sebagainya yang tidak ada di zaman Nabi ? A : Itu bukan bid’ah B : Lantas di sebut apa? Apakah hanya akan didiamkan setiap hal-hal baru tanpa ada status hukum dari agama (boleh tidaknya). Ini berarti Anda menganggap Islam itu jumud dan ketinggalan zaman . A : (Diam).. Baiklah, tetapi kami memiliki ulama’ yang memiliki penjelasan tidak seperti apa yang Anda jelaskan , ulama’ kami membagi Bid’ah menjadi dua ; Bid’ah agama dan Bid’ah Dunia . B : Nah, memang seharusnya demikian. Lantas, siapa yang membagi bid’ah menjadi demikian ? A : Ulama’ semisal Albani dan Bin Baz. Berdasarkan Hadits Rasulullah SAW, “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian ”. B : Hadits tersebut bukan hanya ulama Anda yang mengetahui . Ulama’ salaf telah mengetahui Hadits tersebut, namun mereka tidak menyimpulkan demikian, karena itu berarti seakan-akan Nabi ‘mempersilahkan’ manusia untuk berkreasi dalam urusan dunia sesuka hati, dan Nabi ‘ mengaku’ tidak banyak tahu urusan dunia. Baiklah, tidak usah kita berbicara terlalu jauh. Ketika ternyata Anda juga berdalih dengan pendapat ulama Anda, berarti kita sama-sama bersandar pada ulama. Sebuah pertanyaan buat Anda: Apakah Anda lebih percaya pada ulama Anda daripada ulama salaf yang hidup dizaman yang lebih dekat kepada zaman Nabi SAW? Apakah Anda mengira bahwa As-Syafi’i salah mendefinisikan Bid’ah -yang merupakan pokok agama maha penting- kemudian didiamkan saja oleh ulama salaf lainnya tanpa bantahan? Apakah Anda mengira Albani lebih banyak memahami Hadits dari Ibnu Hajar dan an-Nawawi ? A : Terdiam tidak menjawab . B : Kami rasa tidak mungkin ulama Anda, seperti Ibnu Taimiyah, Albani dan Bin Baz sampai merasa lebih benar dari asy-Syafi’i, an-Nawawi, Ibnu Hajar, Al-Baihaqi dan ulama salaf lainnya. Mungkin ulama Anda hanya sekedar memiliki pemikiran berbeda, sebagaimana lazimnya ulama berbeda pendapat tanpa menyalahkan pendapat lain . Kami rasa Anda saja yang berlebihan dan kemudian menyalahkan ulama salaf demi membela pendapat ulama Anda. Kalau benar demikian, maka berarti Anda justru telah menistakan ulama Anda sendiri . Orang yang gemar melontarkan kata bid’ah biasanya akan berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan dan mencontohkannya. Begitu juga para sahabatnya, tidak ada satupun diantara mereka yang mengerjakannya. Demikian pula para tabi’in dan tabi’it-tabi’in. Dan kalau sekiranya amalan itu baik, tentu mereka akan mendahului kita ”. Mereka juga berkata: “Kita kaum muslimin diperintahkan untuk mengikuti Nabi, yakni mengikuti segala perbuatan Nabi. Semua yang tidak pernah beliau lakukan, kenapa justru kita yang melakukannya? Bukankah kita harus menjauhkan diri dari sesuatu yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW, para sahabat dan ulama-ulama salaf? Melakukan sesuatu yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi adalah Bid’ah .” Kaidah-kaidah seperti itulah yang sering mereka jadikan pegangan dan mereka pakai sebagai perlindungan, juga sering mereka jadikan sebagai dalil dan hujjah untuk melegitimasi tuduhan Bid’ah terhadap semua amalan baru. Mereka menganggap setiap hal baru -meskipun ada maslahatnya dalam agama- sebagai Sesat, haram, munkar, syirik dan sebagainya’, tanpa mau mengembalikannya kepada kaidah-kaidah atau melakukan penelitian terhadap hukum-hukum pokok (dasar) agama . Ucapan seperti diatas adalah ucapan yang awalnya haq namun akhirnya batil, atau awalnya shahih namun akhirnya fasid (rusak). Pernyataan bahwa Nabi SAW atau para sahabat tidak melakukan si anu adalah benar. Akan tetapi pernyataan bahwa semua yang tidak dilakukan oleh Nabi dan sahabat itu sesat adalah sebuah Istimbath (penyimpulan hukum) yang keliru . Karena tidak-melakukan-nya Nabi SAW atau salafus shalih bukanlah dalil keharaman amalan tersebut. Untuk ‘mengecap’ sebuah amalan boleh atau tidak itu membutuhkan perangkat dalil dan sejumlah kaidah yang tidak sedikit . Kaidah mereka yang menyatakan bahwa setiap amalan yang tidak dikerjakan Nabi dan sahabat adalah Bid’ah hanya berdalih dengan Hadits-hadits bid’ah dalam pengertian zhahir, tanpa merujuk pada penjelasan yang mendalam dari ulama salaf. Al-Imam Ibnu Hajar berkata: “Hadits-hadits shahih mengenai suatu persoalan harus dihubungkan antara satu dengan yang lain, untuk dapat diketahui dengan jelas tentang pengertiannya yang mutlak (lepas) dan yang muqayyad (terikat). Dengan demikian maka semua yang diisyaratkan oleh Hadits-hadits itu dapat dilaksanakan (dengan benar ) ”. Ketika kita mengemukakan pendapat ulama, sebagian orang membantah dengan penyataan bahwa Hadits lebih utama untuk diikuti dari pendapat siapapun. Itu berarti ia mengira bahwa pendapat ulama itu tidak berdasarkan al-Qur’an atau Hadits, melainkan berdasarkan akal atau hawa nafsu. Maka takutlah kepada Allah dan janganlah bersu’uzhon pada ulama shaleh . Baiklah, mari kita telaah Hadits-hadits terkait dengan pembahasan ini, kita lihat saja apakah mereka berpendapat berdasarkan Hadits sedangkan ulama shaleh itu hanya berpendapat dengan akal atau hawa nafsu . *** HADITS PERTAMA TENTANG BID’AH Rasulullah SAW bersabda : ﻛُﻞُّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٍ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔ “ Setiap yang diada-adakan (muhdatsah) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat’. (HR.Abu Daud dan Tirmidzi ). Al-Imam An-Nawawi, didalam Syarah Sahih Muslim, mengomentari Hadits ini dan berkata: “Ini adalah sebuah kaidah umum yang membawa maksud khusus (‘Ammun makhsus). Apa yang dimaksudkan dengan ‘perkara yang baru’ adalah yang bertentangan dengan Syari‘at. Itu dan itu saja yang dimaksudkan dengan Bid‘ah”.[8] Demikian juga ayat Allah juga menjelaskan, ada bid’ah yang terpuji, sebagaimana firman-Nya : ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺏِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﺒَﻌُﻮﻩُ ﺭَﺃْﻓَﺔً ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔً ﻭَﺭَﻫْﺒَﺎﻧِﻴَّﺔً ﺍﺑْﺘَﺪَﻋُﻮﻫَﺎ ﻣَﺎ ﻛَﺘَﺒْﻨَﺎﻫَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﺑْﺘِﻐَﺎﺀ ﺭِﺿْﻮَﺍﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ “ Dan kami jadikan di hati mereka (Hawariyyun pengikut Isa) rasa kasih dan sayang serta Rahbaniyah yang mereka buat, Kami tidak mewajibkan rahbaniyah itu, (mereka tidak melakukan itu) kecuali untuk mencari keridhaan Allah”. (QS. Al-Hadid : 27 ) Berkatalah KH. Ali Badri Azmatkhan : Dalam ayat itu Allah menjelaskan bahwa Ia telah mengkaruniai Hawariyyun dengan tiga perkata. Pertama, rasa kasih, yakni berhati lembut sehingga tidak mudah emosi. Kedua, rasa sayang, yakni mudah tergerak untuk membantu orang lain. Ketiga, Rahbaniyah, yakni bersungguh-sungguh didalam mengharap ridha Allah, mereka berupaya dengan banyak cara untuk menyenangkan Allah, walaupun cara itu tidak diwajibkan oleh Allah . Allah SWT memang menyebut Rahbaniyah itu sebagai Bid’ah yang dibuat oleh Hawariyun, itu bisa dipahami dari kalimat ibtada’uuhaa (mereka mengada-adakannya). Namun Bid’ah yang dimaksud adalah Bid’ah Hasanah. Hal ini ditunjang dengan dua alasan : Pertama, Rahbaniyah disebut dalam rentetan amal baik menyusul dua amal baik sebelumnya, yaitu ra’fatan (rasa kasih) dan rahmatan (rasa sayang). Kalau memang Allah mau bercerita tentang keburukan mereka akibat membuat Rahbaniyah, tentu susunan kalimatnya akan memisahkan antara kasih sayang dan Rahbaniyah. Sedangkan kalimat dalam ayat itu justru menggabungkan Rahbaniyah dengan kasih sayang sebagai karunia yang Allah berikan pada Hawariyun . Kedua, Allah SWT berkata “Rahbaniyah itu tidak Kami wajibkan”. Tidak diwajibkan bukan berarti dilarang, melainkan bisa jadi hanya dianjurkan atau dinilai baik. Ini mengisyaratkan bahwa Rahbaniyah itu adalah cara atau bentuk amalan yang tidak diperintah atau dicontohkan oleh Nabi Isa, akan tetapi memiliki nilai baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Isa. Bukti bahwa Allah SWT membenarkan Bid’ah mereka berupa Rahbaniyah adalah Allah SWT mencela mereka karena mereka kemudian meninggalkan Rahbaniyah itu. Ketika membuat Rahbaniyah menunjukkan upaya mereka untuk mendapat ridha Allah, maka meninggalkan Rahbaniyah menunjukkan kemerosotan upaya mereka untuk mendapat ridha Allah.[9 ] Sebagian orang berkata: Ketika Nabi SAW berkata ‘semua bid’ah adalah sesat’, bagaimana mungkin ada orang yang berkata ‘tidak, tidak semua bid’ah sesat, tetapi ada yang baik’. Apakah ia merasa lebih tahu dari Rasulullah? Apakah ia tidak membaca ayat : ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮْﺍ ﻻَﺗَﺮْﻓَﻌُﻮْﺍ ﺃَﺻْﻮَﺍﺗَﻜُﻢْ ﻓَﻮْﻕَ ﺻَﻮْﺕِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi..” (Al-Hujarat : 2 ) Mereka menyalahkan orang yang bersandar pada pendapat ulama salaf dan menganggap orang itu lebih mengutamakan ulama daripada Nabi. Hal ini merupakan pemikiran yang sempit dan termasuk penistaan terhadap kaum muslimin. Ada berapa juta muslimin shaleh yang meyakini keilmuan dan ketaqwaan al-Imam asy-Syafi’i sang penolong Sunnah (Nashirus-sunnah), Ibnu Hajar sang pakar yang hafal puluhan ribu Hadits beserta sanadnya, an-Nawawi sang penghasil puluhan ribu lembar tulisan ilmiah dan sebagainya? Sejarah bahkan mencatat bahwa islamisasi di belahan dunia dilakukan oleh ulama yang sependapat dengan mereka, termasuk Walisongo yang menyebarkan Islam diNusantara. Tiba-tiba mereka dihujat oleh orang yang belajar dan pengabdiannya bahkan tidak melebihi seperempat yang dimiliki ulama salaf itu. Sungguh mereka tidak memiliki rasa hormat pada para pejuang Islam. Seandainya mereka tahu seberapa besar peranan para pejuang itu dalam perkembangan dunia Islam, jangankan para pejuang itu hanya berbeda pendapat, seandainya jelas salah pun mereka tidak pantas dihujat, karena kita yakin mereka tidak sengaja bersalah. Apalagi pendapat mereka bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah . Kalimat “Kullu” Tidak Berarti Semua Tanpa Kecuali Dalam bahasa Arab, Kulluh berarti semua. Namun dalam penggunaan, tidak semua kullu berarti semua tanpa kecuali. Ada banyak ayat al-Qur’an yang menggunakan kalimat “kullu” akan tetapi tidak bermaksud semua tanpa kecuali. Diantaranya : .1 Allah SWT berfirman : ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻧَﺴُﻮْﺍ ﻣَﺎ ﺫُﻛِّﺮُﻭْﺍ ﺑِﻪِ ﻓَﺘَﺤْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏَ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﻓَﺮِﺣُﻮْﺍ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﻭْﺗُﻮْﺍ ﺃَﺧَﺬْﻧَﺎﻫُﻢْ ﺑَﻐْﺘَﺔً ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻢْ ﻣُﺒْﻠِﺴُﻮْﻥَ “ Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan pintu-pintu dari segala sesuatu untuk mereka, sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. al-An’am : 44 ) Meskipun Allah SWT menyatakan abwaba kulli syai’ (pintu-pintu segala sesuatu), akan tetapi tetap ada pengecualiannya, yaitu pintu rahmat, hidayah dan ketenangan jiwa yang tidak pernah dibukakan untuk orang-orang kafir itu. Kalimat “kulli syai” (segala sesuatu) adalah umum, tetapi kalimat itu bermakna khusus . .2 Allah SWT berfirman : ﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟﺴَّﻔِﻴْﻨَﺔُ ﻟِﻤَﺴَﺎﻛِﻴْﻦَ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮْﻥَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻓَﺄَﺭَﺩْﺕُ ﺃَﻥْ ﺃَﻋِﻴْﺒَﻬَﺎ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻭَﺭَﺍﺀَﻫُﻢْ ﻣَﻠِﻚٌ ﻳَﺄْﺧُﺪُ ﻛُﻞَّ ﺳَﻔِﻴْﻨَﺔٍ ﻏَﺼْﺒﺎً “ Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusak perahu itu, karena di hadapan mereka ada seorang Raja yang mengambil semua perahu dengan paksa.” (QS. al-Kahfi : 79 ) Meskipun Allah SWT mengunakan kalimat kulla ssafinatin (semua perahu), akan tetapi tetap ada pengecualiannya, yaitu perahu yang bocor, karena Raja yang diceritakan dalam ayat itu tidak merampas kapal yang bocor, bahkan Nabi Khidhir sengaja membocorkan perahu itu agar tidak dirampas oleh Raja . .3 Allah berfirman : ﺗُﺪَﻣِّﺮُ ﻛُﻞَّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺑِﺄَﻣْﺮِ ﺭَﺑِّﻬَﺎ ﻓَﺄَﺻْﺒَﺤُﻮْﺍ ﻻَ ﻳُﺮَﻯ ﺇِﻻَّ ﻣَﺴَﺎﻛِﻨُﻬُﻢْ ﻛَﺬﻟِﻚَ ﻧَﺠْﺰِﻱ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻤُﺠْﺮِﻣِﻴْﻦَ “ Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada kaum yang berdosa.” (ََ QS. Al-Ahqaf :25 ) Meskipun Allah SWT menyatakan kulla syai’ (segala sesuatu), akan tetapi tetap ada pengecualiannya, yaitu gunung-gunung, langit dan bumi yang tidak ikut hancur. Allah berfirman : ﺇِﻧِّﻲْ ﻭَﺟَﺪْﺕُ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﺗَﻤْﻠِﻜُﻬُﻢْ ﻭَﺃُﻭْﺗِﻴَﺖْ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻭَﻟَﻬَﺎ ﻋَﺮْﺵٌ ﻋَﻈِﻴْﻢٌ “ Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (QS. An- Naml:23 ) Meskipun Allah SWT menyatakan kulli syai’ (segala sesuatu), akan tetapi tetap ada pengecualiannya, karena Ratu Balqis tidak diberi segala sesuatu tak terkecuali, sebanyak apapun kekayaan Balqis tetap saja terbatas . Ayat-ayat diatas membuktikan bahwa, dalam konteks al-Qur’an, kalimat “kullu” juga bisa berarti “semua dengan pengecualian”, sebagaimana lazimnya dalam penggunaan bahasa Arab dan bahasa lainnya. Masihkah Ada yang menyalahkan ulama salaf semisal asy-Syafi’i karena menafsirkan kalimat “kullu” dalam Hadits “Kullu bid’atin” dengan metode berfikir yang jernih dan ditunjang dengan perangkat pendukung dan dalil-dalil yang jelas . Selain itu, banyak pula ungkapan dalam al-Qur’an atau Hadits yang sepintas nampak bermakna umum namun sebenarnya bermakna khusus. Perlu dipahami bahwa hal ini adalah bisa dalam penggunaan bahasa pada umumnya, sehingga kita tidak boleh kaku karena terpaku dengan sebuah kalimat tanpa memperhatikan istilah dan susunan bahasa. Bahkan kita harus memperhatikan ayat dan Hadits lain barang kali ada maksud tkhshish (membatasi) dalam kalimat umum atau sebaliknya. Mari kita simak contoh-contoh berikut ini . .1 Allah berfirman : ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺮِﻳْﺪُ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓَ ﻓَﻠِﻠّﻪِ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓُ ﺟَﻤِﻴْﻌﺎً “ Barang siapa yang menginginkan kekuatan maka hanya milik Allah-lah kekuatan itu semuanya.” (QS. Fathir: 10 ) Dari pernyataan ayat diatas, sepintas kita memahami bahwa kita tidak boleh mengatakan bahwa kekuatan itu milik Allah dan Rasul-Nya, karena dalam ayat itu disebutkan bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah, semuanya dan berarti tidak ada sedikitpun kekuatan yang boleh dikatakan milik selain Allah. Namun coba perhatikan ayat berikut ini : ﻭَﻟﻠﻪِ ﺍﻟْﻌِﺰَّﺓُ ﻭَﻟِﺮَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻭَﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻲَﻥْ ﻭَﻟﻜِﻦَّ ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻘِﻴْﻦَ ﻻَﻳَﻌْﻠَﻤُﻮْﻥَ ..“ padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. al-Munafiqun : 8 ) Ternyata ayat ini menyatakan bahwa kekuatan adalah milik Allah dan Rasulnya serta orang-orang mukmin. Memang, izzah (kekuatan) Allah dan izzah Rasul adalah dua hal berbeda. Namun yang kita maksud di sini adalah penggunaan kalimat izzah untuk disebut milik Allah dan selain Allah. Kalau membaca ayat yang pertama, nampaknya kita tidak boleh mengatakan “izzah milik Allah dan Rasul”, akan tetapi kalau membaca ayat yang kedua maka kita bahkan boleh mengatakan “izzah milik Allah dan Rasul serta orang-orang mukmin”, karena Allah sendiri yang mengatakan demikian . .2 Allah SWT berfirman : ﺇِﻧَّﻜُﻢْ ﻭَﻣَﺎ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭْﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭْﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺣَﺼَﺐُ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻟَﻬَﺎ ﻭَﺍﺭِﺩُﻭْﻥ “ Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan (bahan bakar) neraka jahannam, kalian pasti masuk kedalamnya.” (QS. al-Anbiya :98 ) Ayat ini menyatakan bahwa orang yang menyembah selain Allah akan masuk neraka bersama sesembahannya. Kalau ayat itu dipahami begitu saja tanpa mempertimbangkan ayat yang lain, maka akan dipahami bahwa Nabi Isa dan bundanya juga akan masuk neraka, karena mereka disembah dan dipertuhankan oleh orang Nasrani. Begitu juga para malaikat yang oleh kaum sebagian musyrikin disembah dan dianggap sebagai tuhan-tuhan mereka . .3 Rasulullah SAW. bersabda : “ Orang yang menunaikan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam tidak akan masuk neraka”. (HR. Muslim ) Hadits ini menyatakan bahwa orang yang shalat shubur dan ashar akan selamat dari neraka. Kalau Hadits ini dipahami begitu saja tanpa mempertimbangkan ayat dan Hadits yang lain, maka akan dipahami bahwa kita akan selamat dari neraka walaupun tidak shalat zhuhur, maghrib dan isya’ asalkan shalat shubuh dan ashar . .4 Rasulullah SAW bersabda : " Sesungguhnya biji hitam ini (habbatus-sauda') adalah obat bagi semua penyakit, kecuali mati”[10 ]. Para mufassirin telah menegaskan bahawa kalimat ‘umum’ yang digunakan dalam Hadits ini merujuk kepada sesuatu yang ‘khusus’. Maksud Hadits ini sebenarnya ialah “banyak penyakit” (bukan semua penyakit) bisa disembuhkan dengan habbatus-sauda’, walaupun kalimat yang dipakai adalah kaliamat ‘umum’ (kullu yang berarti semua ). *** HADITS KEDUA TENTANG BID’AH Rasulullah SAW bersabda : ﻣَﻦْ ﺃﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲ ﺍَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭ ﻣﺴﻠﻢ ) “ Barang siapa yang membuat perkara baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya, maka ia tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim ) Mari kita telaah makna Hadits diatas, benarkah Hadits diatas bisa menjadi justifikasi membid’ahkan setiap amalan baru dalam agama ? Coba anda perhatikan pada kalimat “yang tidak bersumber darinya” pada Hadits tersebut, kira-kira apa makna dari kalimat tersebut. Agar menjadi jelas, bandingkan dua kalimat berikut ini : .1 “ Barang siapa yang membuat perkara baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya, maka ia tertolak ”. .2 “ Barang siapa yang membuat perkara baru dalam masalah (agama) kami ini, maka ia tertolak ”. KH. Ali Badri Azmatkhan berkata : “ Apabila kalimat ‘yang tidak bersumber darinya’ dibuang, maka sepintas akan dipahami bahwa hal baru apapun akan disebut Bid’ah, walaupun hal baru itu masih berisikan nilai syari’at. Dan kalaupun misalnya kalimat ‘yang tidak bersumber darinya’ itu benar-benar tidak disebutkan dalam Hadits ini, tentu kita juga tidak bisa memfonis semuanya Bid’ah berdasarkan Hadits ini, karena, untuk memahami sebuah Hadits, kita juga harus mempertimbangkan Hadits lain, baik Hadits Qauli (perkataan Nabi) maupun Hadits Iqrari (pembenaran Nabi terhadap tindakan Sahabat ). Kemudian, ketika Nabi katakan ‘yang tidak bersumber darinya’, itu berarti ada hal baru yang bersumber dari syari’at dan ada hal baru yang tidak bersumber dari syari’at. Kalau yang dilarang adalah hal baru yang tidak bersumber dari syari’at, maka hal baru yang bersumber dari syari’at tidak dilarang . Lantas apa yang dimaksud dengan hal baru yang bersumber dari syari’at? Kalau hal baru yang bersumber dari syari’at itu dicontohkan dengan shalat malam, maka semua orang tahu bahwa shalat malam itu bukan hal baru. Kalau hal baru yang bersumber dari syari’at itu diartikan ihya’ussunnah (menghidupkan Sunnah yang sudah lama ditinggalkan orang), maka secara bahasa itu juga tidak benar, karena memulai kebiasaan lama itu bukan termasuk hal baru . Maka tidak ada lain hal baru yang dimaksud kecuali cara baru yang tidak dicontohkan Nabi, namun tidak bertentangan dengan syari’at dan bahkan memiliki nilai syari’at. Hal ini diperkuat dengan banyaknya hal baru yang dilakukan para shabat Nabi, misalnya menyusun atau menambah doa selain susunan doa yang dicontohkan Nabi, Ta’rif (memperingati hari Arafah) yang dilakukan oleh Abdullah bin Abbas dengan menggelar kemah dan dzikir bersama pada tanggal 9 Dzulhijjah (ketika tidak sedang berhaji), shalat tarawih dengan satu imam di Masjidil-haram oleh para sahabat di zaman Umar bin al-Khatthab (sedangkan pada zaman Nabi tarawihnya berkelompok-kelompok di sudut-sudut Masjidil-haram), dan banyak lagi misal yang bisa kita temui dalam kitab-kitab Tafsir, kitab Hadits dan Syuruh (kitab syarah/tafsir Hadits ). Kepada siapapun yang belum pernah membaca tuntas kitab-kitab Tafsir, kitab Hadits dan Syuruh, bila ia mau mentahqiq sebuah permasalahan, saya sarankan untuk membaca semuanya dengan tuntas, agar terbuka baginya cakrawala berfikir sebagaimana ulama salaf. Logikanya, bagaimana mungkin pemikiran seorang sarjana atau doktor yang hanya pernah membaca tuntas beberapa judul buku bisa lebih tajam dari pemikiran asy-Syafi’i, an-Nawawi, al-Ghazali, Ibnu Hajar al-Asqalani dan sebagainya. Mereka adalah ulama besar yang berhasil mengisi khazanah keilmuan Islam dengan karya-karya besar yang bukan hanya dikagumi umat Islam saja. Dan satu hal yang harus kita sadari, yaitu bahwa karya-karya itu tidak lahir dari upaya yang ringan, mereka tidak belajar hanya sepuluh tahun, mereka tidak meneliti hanya sepuluh tahun, mereka tidak hanya membaca seribu Hadits, tapi meneliti puluhan tahun dan puluhan ribu Hadits. Tidak mudah bagi mereka untuk memutuskan sebuah kesimpulan, tapi sebagian akademisi zaman sekarang begitu mudahnya menyalahkan ulama salaf, padahal target belajarnya tidak seserius ulama salaf, targetnya hanya gelar ‘Lc’, ‘MA’, ‘Doktor’ dan sebagainya”.[11] Agar lebih jelas lagi, mari kita lihat contoh amalan yang memiliki sumber agama atau dalil baik umum maupun khusus dan amalan yang tidak memiliki sumber bahkan bertentangan dengan agama berikut ini . Amalan Baru Yang Memiliki Sumber/dalil AMALAN BARU ( Tidak Ada Di Zaman Nabi ) SUMBERNYA * Mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf Hadits, “Barangsiapa memudahkan urusan kaum muslimin maka Allah akan memudahkan urusannya ”. Memberi titik dan harakat pada mush-haf Al-Qur’an Ibid Membaca doa-doa bervariasi dalam sujud dan Qunut (misalnya berdoa untuk mujahidin Palestina) Hadits “Sedekat-dekatnya makhluk dengan Tuhannya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa ”. Menyusun Ilmu fiqih dalam sistem madzhab atau per bab agar mudah dipelajari dan khutbah dalam bahasa setempat Hadits, “berkatalah kepada seseorang berdasarkan kemampuan akalnya ”. Mengumpulkan muslimin pada suatu momen dengan diisi tilawah Qur’an atau shalawat Nabi dsb . Jelas banyak dalilnya . Membuat Al-Qur’an dalam bentuk VCD Hadits, “Barang siapa yang memudahkan urusan kaum muslimin maka Allah akan memudahkan urusannya ”. Memberi gelar pada tokoh agama dengan sebutan Syaikh, Ustadz, Kiai, Ajengan dsb. Perintah agama untuk memanggil orang dengan penghormatan dan panggilan yang disukai * Diantaranya saja Amalan Baru Yang Tidak Memiliki Dalil Atau Bertentangan Dengan Syari’at <<< Melakukan shalat karena adanya bulan purnama Tidak ada sumbernya <<< Adzan dan Iqamat ketika akan mandi, makan dll Tidak ada sumbernya <<< Shalat dengan mengangkat kaki sebelah Bertentangan dengan Hadits-Hadits shalat << Shalat dengan berbahasa selain bahasa arab Tidak ada sumbernya bahkan bertentangan dengan Hadits-hadits shalat *** HADITS KETIGA Rasulullah SAW bersabda : ﻭَﻣَﻦِ ﺍﺑْﺘَﺪَﻉَ ﺑِﺪْﻋَﺔً ﺿَﻼَﻟَﺔً ﻻَ ﺗُﺮْﺿِﻲْ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣِﺜْﻞُ ﺁﺛَﺎﻡِ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ... ..“ Dan barangsiapa mengadakan Bid’ah yang sesat yang tidak diridhoi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, maka ia mendapat (dosanya) dan sebanyak dosa orang lain yang ikut mengerjakannya.“ )HR. Tirmidzi ( Dalam Hadits diatas terdapat kalimat “Bid’ah yang sesat”. Dalam Hadits tersebut kata ‘Bid’ah’ dan ‘sesat’ adalah mudhaf dan mudhaf ‘ilaih (gramer Arab). Bila merujuk pada ilmu gramer bahasa Arab, bab “Mudhaf” dan “Na’at-man’ut”, susunan kalimat itu memberi arti adanya Bid’ah yang tidak sesat. Bahkan dalam bahasa Indonesiapun demikian. Kalau Anda berkata “Saya tidak suka tali yang panjang”, itu berarti menurut Anda ada tali yang pendek . Sebagai penutup bab ini, mari kita renungkan firman Allah SWT berikut ini : ﻭَﻣَﺎ ﺍَﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ َﺍﻧْﺘَﻬُﻮْﺍ ‘ Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa saja yang dilarang oleh Rasul maka berhentilah (mengerjakannya). (QS. Al-Hasyr : 7 ) Coba perhatikan, ayat diatas dengan jelas menyebutkan bahwa perintah agama adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW, dan yang dinamakan larangan agama adalah apa yang memang dilarang oleh Rasulullah SAW. Dalam ayat diatas ini tidak dikatakan : ﻭَﻣﺎَ ﻟَﻢْ ﻳَﻔْﻌَﻠْﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮْﺍ “ Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulul maka berhentilah (mengerjakannya )”. Juga dalam Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari : ﺍِﺫَﺍ ﺃﻣَﺮْﺗُﻜُﻢْ ﺑِﺄﻣْﺮٍ ﻓَﺄْﺗُﻮْﺍ ﻣِﻨْﻪُ ﻣَﺎﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ ﻭَﺍِﺫَﺍ ﻧَﻬَﻴْﺘُﻜُﻢْ ﻋَﻦْ ﺷَﻴْﺊٍ ﻓَﺎﺟْﺘَﻨِﺒُﻮْﻩُ “ Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu maka lakukanlah semampumu, dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah ia ”. Perhatikan, dalam Hadits ini Rasulullah SAW tidak mengatakan : ﻭَﺍِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﺃﻓْﻌَﻞْ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻓَﺎﺟْﺘَﻨِﺒُﻮْﻩُ “ Dan apabila sesuatu itu tidak pernah aku kerjakan maka jauhilah ia ’! Jadi, pemahaman melarang semua hal baru (Bid’ah) dengan dalil Hadits “Setiap yang diada-adakan (muhdatsah) adalah Bid’ah” dan Hadits “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam masalah (agama) kami ..“ adalah pemahaman yang tidak benar, karena banyak pernyataan atau ikrar dari Rasulullah SAW dalam Hadits-hadits yang lain yang menyimpulkan adanya restu beliau terhadap banyak hal baru atas inisiatif para sahabat. Dari itu, para ulama menarik kesimpulan bahwa Bid’ah (prakarsa) sesat ialah yang bersifat men-syari’atkan hal baru dan menjadikannya sebagai bagian dari agama tanda seizin Allah Allah SWT (QS Asy-Syura : 21), serta prakarsa-prakarsa yang bertentangan dengan yang telah digariskan oleh syari’at Islam, misalnya sengaja shalat tidak menghadap kearah kiblat, shalat dimulai dengan salam dan diakhiri denga takbir, melakukan shalat dengan satu sujud saja, melakukan shalat shubuh dengan sengaja sebanyak tiganraka’at dan sebagainya. Semuanya ini dilarang oleh agama karena bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh syari’at . Makna Hadits yang mengatakan “mengada-adakan sesuatu” adalah masalah pokok-pokok agama yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Itulah yang tidak boleh dirubah atau ditambah. Misalnya ada orang mengatakan bahwa shalat wajib itu dua kaili sehari, padahal agama menetapkan lima kali sehari. Misalnya juga, orang yang sanggup -tidak berhalangan- berpuasa wajib pada bulan Ramadhan boleh tidak perlu puasa pada bulan tersebut, tapi bisa diganti dengan puasa pada bulan apa saja. Inilah yang dinamakan menambah dan mengada- adakan agama, bukan masalah-masalah nafilah, sunnah atau lainnya yang tidak termasuk pokok agama . _______________________________________ [1] “ Al-Munjid fil Lughah wal-A’lam“, alpabet ﺏ [2 ] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, XIII : 253 . [3] Iqthidho Shirath al-Mustaqim hal. 272 [4] Tafsir al-Manar, IX: 60 . [5 ] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, XV : 179, Dar al-Fikr, Beirut [6] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Baari, IV : 318 . [7] Syarh an-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, VI : 154-155, Dar Ihya Turats al-Arab, .Beirut [8 ] An-Nawawi, Syarah Sahih Muslim, VI : 154 . [9 ] KH. Ali Badri Azmatkhan, Klarifikasi Masalah Khilafiyah . [ 10] Diriwayatkan dari 'Aiysah dan Abu Hurairah oleh al-Bukhari, Muslim, at- Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad melalui sembilan belas periwayatan . [11 ] KH. Ali Badri Azmatkhan, Klarifikasi Masalah Khilafiyah _*SEMOGA BERMANFAAT*_

Jumat, 14 Oktober 2016

YASINAN

YASINAN Oleh : Abu Asy'ari (mantan Salafi Wahabi yg Mendapat Hidayah Allah SWT dan masuk ke ahlusunnah waljamaah ) Hal : Bacaan Yassin . Dahulu saya membid'ahkan jika ada seseorang membaca surat yasin dimalam jum'at karena dengan alasan tidak ada dalil yang menganjurkan untuk membaca surat yasin dimalam jum'at, Dan saya melarang dengan bepatokan pada dalil ini. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam Janganlah kamu khususkan malam Jum’at untuk melakukan ibadah yang tidak dilakukan pada malam malam yang lain.. (HR. Muslim) Namun saya bingung dan bertanya tanya, mengapa para kiyai para ulama ASWAJA tidak ada yang melarang. jikalau membaca yasin dimalam jum'at itu memang bid'ah munkarah..?? Bukankah para kiyai Aswaja sangat mumpuni keilmuan agamanya..?? Pertanyaan itu terus tidak ada habisnya, lalu saya mencoba cari dan bertanya kepada para ustadz yg memang mengerti dibidabg agama. Setelah di lakukan penelitian, dan bertanya ternyata ditemukan ada penyelewengan matan redaksi hadis, karena tidak ada terjemah matan hadist seperti di atas itu. Yang ada adalah hadis dengan kandungan matan berikut لا تخصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي و لا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الايام إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم Hadist Riwayat Imam Muslim yang artinya.. "jangan kamu khususkan pada malam jum'at itu dengan (ibadah) shalat malam yang tidak (di kerjakan) pada malam lainnya, dan jangan kamu khususkan pada hari jum'at itu dengan (ibadah) puasa yang tidak (di kerjakan) pada hari lain nya, kecuali jika bertepatan puasa yang telah di kerjakannya.. Sepertinya, hadist itu ada kesamaan dan kemiripan, padahal itu sangat beda jauh kandungan matannya. TIMBUL PERTANYA'AN SAYA apakah ini sengaja menyelewengkan terjemah hadist, atau memang ada latar belakang lain, Sehingga natijah, kesimpulan nya semua macam ibadah, itu haram jika di khususkan hari jum'at, karena merupakan dalil a'am. Sedangkan, terjemah hadist kedua yang benar. Kandungan hukum matannya itu ternyata, yang dilarang itu hanya sholat lail khusus malam jum'at, dan puasa khusus hari jum'at, dimana merupakan suatu dalil khos. Jadi SAYA BERFIKIR TERNYATA tidak ada larangan ibadah khusus hari/ malam jumat kecuali sholat lail khusus malam jumat dan puasa khusus hari jumat. Oleh karena itu, apabila kita berpuasa sunnah di hari jumat, dianjurkan untuk menambahinya di hari berikutnya atau pada hari sebelumnya.. Sedangkan yasinan, yang dilakukan khusus di malam jum'at tidak ada larangannya karena bunyi hadistnya adalah semacam itu. Maka menambah larangan yang tidak dilarang merupakan suatu perbuatan tercela yang menghalangi orang untuk mencari ilmu dan beribadah kepada Allah SWT. ASTAGHFIRULLAH SEMOGA ALLAH SWT MENGAMPUNI DOSA SAYA .. Ma'afkan jika sudah ada hati yang tersakiti karena ulah saya dahulu.. Namun jangan lupa baca surat Al kahfinya saudaraku.. "Semoga Bermanfaat"

Kamis, 13 Oktober 2016

NIAT KETIKA SHOLAT

MELAFAZKAN/MEMBACA NIAT SHOLAT ADALAH SUNAH & WAJIB UNTUK MENENTUKAN JENIS SHOLAT Pandangan Madzhab yg Empat ttg melafadzkan niyat : 1. Mazhab Imam Abu Hanifah. Para ulama pengikut mazhab Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa melafadzkan niat sunnah hukumnya untuk membantu kesempurnaan niat di dalam hati. Silakan cek di (Al-Bada'i al-Shana'iy fi Tartib al-Syara'i Jilid I/hal.127, al-durru al-Mukhtar Jilid I/hal.406, al-Lubab Jilid I/hal.66) 2. Mazhab Imam Malik bin Anas (Maliky). Niat shalat adalah syarat sah di dalam shalat, sebaiknya niat tidak dilafadzkan kecuali ragu. Karena itu menjadi sunnah melafadzkan niat shalat untuk menghilangkan keraguan. silakan lihat di (al-Syarh al-Shaghir wa hasyiyatu al-Shawi Jilid I/hal.303 dan 305) 3. Mazhab Syafi'i, Sunnah melafadzkan niat menjelang takbiratul ihram dan wajib menentukan jenis shalat yang dilakukan (Lihat Imam al-Nawawy Majmu Syarah al-Muhazzab Jilid III/hal.243 dan hal 252) 4. Mazhab Hanbali, sunnah melafadzkan niat dengan lisan. Lihat al-Mughny Jilid 1/hal.464-469 dan Kasyf al-Qona Jilid 1/hal.364-370). SEMOGA BERMANFAAT

Minggu, 02 Oktober 2016

HADITS DHO'IF

KEUTAMAAN HADIST DHOIF/LEMAH Hadis dha’if berbeda dari hadis maudhu’ (palsu). Hadis dha’if tetap harus diakui sebagai hadis, dan menjadikannya sebagai dalil atau dasar untuk melakukan suatu amalan kebaikan yang berkaitan dengan fadha’il al-a’mal (keutamaan amalan) adalah sah menurut kesepakan para ulama hadis. Perhatikan isyarat-isyarat para ulama berikut ini: مع أنهم أجمعوا على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال (شرح سنن ابن ماجه ج: 1 ص: 98 Dan juga syekh khotib albagdadi menjelaskan dalam kitabnya al kifayah fi ilmi al riwayah باب التشدد في أحاديث الأحكام والتجوز في فضائل الأعمال. قد ورد واحد من السلف انه لا يجوز حمل الأحاديث المتعلقة بالتحليل والتحريم الا عمن كان بريئا من التهمة بعيدا من الظنة واما أحاديث الترغيب والمواعظ ونحو ذلك فإنه يجوز كتبها عن سائر المشايخ (الكفاية في علم الرواية، الخطيب البغدادي، ج. 1، ص. 133) Dan dari uraian diatas yg sy hadirkan ttg kedudukan hadits dho'if ada yg dijadikan hujjah dlm masalah fado'ilul a'mal dan pd masalah furu,bkn pd masalah ushul,, yg mana ada Kaitannya dengan pembahasan bid’ah adalah bahwa kaum Yg terkesan mudah mengkategorikan suatu amalan sebagai bid’ah, atau minimal sebagai amalan yang harus dihindari hanya karena hadis yang dijadikan dalil untuk itu mereka anggap dha’if. Padahal, amalan-amalan yang didasari oleh hadis-hadis dha’if tersebut tergolong fadha’il al-a’mal (keutamaan amalan) atau furu’ (perkara cabang) yang bukan pokok di dalam penentuan hukum agama. Contohnya, hadis-hadis yang dijadikan dalil untuk menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit. Al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyatakan: واستدلوا على الوصول، وبالقياس على ما تقدم من الدعاء والصدقة والصوم والحج والعتق، فإنه لا فرق في نقل الثواب بين أن يكون عن حج أو صدقة أو وقف أو دعاء أو قراءة، وبالأحاديث الآتي ذكرها، وهي وإن كانت ضعيفة، فمجموعها يدل على أن لذلك أصلا، وبأن المسلمين ما زالوا في كل عصر، يجتمعون ويقرؤون لموتاهم من غير نكير، فكان ذلك إجماعا. ذكر ذلك كله الحافظ شمس الدين بن عبد الواحد المقدسي الحنبلي في جزء ألفه في المسألة. (شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور، الحافظ جلال الدين السيوطي، دار الفكر، بيروت، ص. 269) ### SEMOGA BERMANFAAT ###